Sabtu, 09 Agustus 2014

REFORMASI BIROKRASI DAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA



MAKALAH

REFORMASI BIROKRASI DAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA


















Oleh:

ABU SANI
2010210002














PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan karunia_Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Reformasi Birokrasi Dan Tata Kelola Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Penyusunan makalah ini bertujuan sebagai penunjang mata kuliah  yang nantinya dapat digunakan mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengetahuannya.
Di dalam pembuatan makalah ini banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini mungkin banyak terdapat kesalahan-kesalahan dan masih jauh dari kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikan-kritikan dari pembaca, dan mudah-mudahan makalah ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan dan mudah-mudahan makalah ini juga dapat bermanfaat bagi kita semua.


Malang, 28 Oktober 2013

Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Di dalam negara yang mengikuti sistem demokrasi kehadiran partai politik dalam birokrasi pemerintahtidak bisa dihindari. Menurut teori liberal, birokrasi pemerintah itu menjalakan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempunyai akses langsung dengan rakyat melalui mandat yang diperoleh dalam pemilihan. Dengan dmikian birokrasi pemerintah itu tidak hanya didominasi oleh pejabat-pejabat birokrasi saja yang meniti karier di dalamnya, melainkan pula bagian-bagian lain yang ditempati oleh pejabat-pejabat politik. Demikian pula sebaliknya di dalam birokrasi pemerintah itu bukan hanya dimiliki oleh pimpinan politik dari partai politik saja melainkan ada juga pimpinan birokrasi karier yang profesional.
Ketika kehadiran partai politik yang berupa pejabat-pejabat politik dalam birokrasi pemerintah tersebut mulai timbul, maka timbul pulalah suatu pertanyaan tentang hubungan keduanya. Pertanyaan ini sebenarnya merupakan pertanyaan klasik yang dahulu pernah di kemukakan oleh Woodrow Wilson sebagai perwujudan dari perbedaan antara politik dan administrasi.
Di Indonesia ketika baru saja merdeka tahun 1945, tata kepemerintahan kita  banyak diwarnai oleh kehidupan partai politik. Tidak lama setelah Maklumat Wakil Presiden Moh. Hatta yang dikenal dengan sebutan Maklumat X pada tanggal 16 Oktober 1945, maka rakyat serentak mendirikan banyak partai politik mulai saat itu kabinet yang merupakan organisasi eksekutif pemerintahan mulai dipimpin oleh partai politik. Kabinet Presidensial yang telah ditetapan oleh UUD 1945 hanya berlaku beberapa bulan saja dan kemudian diganti dengan Kabinet Parlementer. Kabinet Parlementer ini diberlakukan dalam negara yang berdasarkan UUD 45 yang mengikuti Kabinet Presidensial. Mulai saat itu kabinet dipimpin oleh orang-orang dari partai politik. Presiden sebagai keapa negara menunjuk seorang dari partai tertentu untuk bertindak sebagai formatur yang akan membentuk susunan kabinet. Formatur ini yang biasanya akan menjadi Perdana Menteri yang memimpin kabinet. Semua menteri anggota kabinet ditunjuk berdasarkan keanggotaan partai politik yang bersedia berkoalisi dengan partainya formatur kabinet. Namun demikian, ada pula menteri yang ditunjuk bukan karena mewakili partai politik tertentu, melainkan karena keahlian dan kemampuan individunya. Menteri yang tidak berpartai ini tidak banyak, dan pada umumnya menteri yang berada di kabinet adalah mereka yang berpartai.

Kehadiran partai politik dalam pemerintahan membawa pengaruh besar terhadap kehidupan birokrasi pemerintah. Salah satu pengaruh itu ialah birokrasi pemerintah terkontaminasi terhadap bermacam dan beragam perbedaan ideologi yang dibawa partai politik. Tidak jarang terjadi bahwa suatu partai politik yang memimpin suatu kementrian untuk sekian lama telah tertanam pengaruh partai dalam kementerian tersebut. Tidak pula jarang terjadi suatu departemen yang menterinya dari partai tertentu, maka struktur jabatan dan pejabat yang mendudukinya dari partai yang sama dengan partai menterinya dari pusat sampai ke daerah. Pada waktu itu banyak dikenal bahwa Kementerian Dalam Negeri yang menterinya dari Partai Nasional Indonesia (PNI), maka struktur jabatan mulai dari Menteri sampai ke lurah di desa adalah orang-prang PNI. Demikian pula Kementerian Agama yang dipimpin oleh menteri dari NU, maka mulai dari Menteri sampai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan dijabat oleh orqang-orang partai NU.
Kehadiran partai politik dalam pemerintahan sejak dari Kabinet Sjhrir pertama sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlangsung secara intensif. Mulai dari ketika Presiden Soekarno kembali ke UUD 1945, Kabinet kembali ke bentuk Presidensial, maka Kaninet tidak lagi bisa dibubarkan dan kabinet tidak bertanggung jawab kepada presiden. Para Menteri yang ditunjuk tidak lagi membawa partai tertentu.
Ketika Presiden Soekarno “jatuh” dan pemerintah diganti oleh pemerintah orde baru, partai politik tidak lagi bisa berperan aktif dalam pemerintahan. Peran partai politik digantikan oleh Golkar yang menamakan dirinya bukan partai politik. Kelembagaan birokrasi pemerintah dipimpin dan dikuasai oleh Golkar. Pemilihan umum dilakukan setiap 5 tahun sekali dan pemenangnya adalah bukan partai politik akan tetapi Golkar. Aneh memang, bukan partai politik tetapi ikut main politik berupa sebagai kontestan pemilihan umum setiap 5 tahun sekali dan selalu keluar sebagai pemenang mutlak. Dengan kemenangan pemilu tersebut maka Golkar selalu memimpin kabinet dan pemerintahan pada umumnya. Semua Menterinya adalah orang-orang Golkar, dan ini berlangsung cukup lama selama 32 tahun di bawah pimpinan Presiden Soeharto.
Sekarang ketika masa reformasi selama 4 tahun di bawah 3 Presiden tampaknya sulit untuk melakukan perubahan sikap mental dan perilaku sistem pemerintahan birokrasi kita. Partai-partai politik yang memerintah ribut untuk menanamkan pengaruh dan orang-orangnya ke dalam birokrasi pemerintah. Cerita lama terulang kembali, rama-ramai mendirikan “bangunan pengaruh” ke dalam birokrasi pemerintah sebagai sumber kakuatan untuk menyiapkan diri memenangkan pemilu mendatang.
 Semua partai politik menyadari bahwa bangunan birokrasi pemerintah itu menjulur dari pusat pemerintahan sampai ke struktur yang paling bawah mendekati rakyat. Bangunan seperti itu merupakan sarana yang efektif untuk mempengaruhi rakyat agar memilih partainya. Sementara itu fasilitas yang ada di pemerintah sangat berharga untuk tidak disia-siakan guna kemanfaatan partainya. Itulah sebabnya rangkapan jabatan partai politik di birokrasi pemerintah sulit diberantas dan masih dipertahankan dengan segala cara. Dalih mereka ialah, ketika pemerintahan Golkar jabatan rangkap dan fasilitas pemerintah, mengapa setelah reformasi sekarang ini kita tidak boleh menikmatinya. Inilah aji mumpung yang menghinggapi mental dan akhlak para pejabat sekarang.
Makalah ini terdiri dari beberapa pembahasan diantaranya yang menjelaskan tentang bagaimana birokrasi pemerintahan dan partai politik berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada kehidupan rakyat Indonesia,   membahas birokrasi dan administrasi publik, tata kepemerintahan yang baik, membahas tentang partai politik dan birokrasi pemerintahan Indonesia, dan menguraikan tentang aspek kelembagaan dalam birokrasi pemerintahan sipil madaniah.
1.2.  Rumusan Masalah
Agar masalah yang akan dibahasa lebih jelas dan terarah, maka perlu dirumuskan dalam bentuk perumusan masalah yaitu :
“Apakah birokrasi dan tata kelola pemerintahan Negara Republik Indonesia telah sesuai dengan kebutuhan raknyatnya?”
1.3.  Pembatasan Masalah
Bila ditinjau dari segi rumusan masalah, kiranya masalah tersebut masih terlalu luas untuk dibahas, maka perlu dibatasi melalui pembatasan masalah, yaitu sebagai berikut :
1.         Pengertian Birokrasi dan Reformasi Birokrasi dalam sebuah Pemerintah
2.         Tujuan Reformasi Birokrasi
3.         Strategi Terwujudnya Reformasi Birokrasi
4.         Pengertian Tata Pemerintahan yang Baik (good governance)
  1.4.  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh tugas yang diberikan pihak lembaga Universitas, khususnya dari Program Studi Ilmu Administrasi Negara.


Dalam membuat makalah ini agar lebih memahaminya penulis membuat beberapa tujuan penulisan diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Untuk Mengetahui Pengertian Birokrasi dan Reformasi Birokrasi dalam sebuah Pemerintah
2.      Untuk Mengetahui Tujuan Reformasi Birokrasi
3.      Untuk Memahami Strategi Terwujudnya Reformasi Birokrasi
4.      Untuk Mengetahui Tata Pemerintahan yang Baik

1.5. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini merupakan salah satu cara yang digunakan dalam penyusunan makalah ini. Penulis menggunakan beberapa metode diantyaranya :
1.      Metode tela’ah buku / studi pustaka, yakni penulis mencari pokok bahasan dari buku sumber yang relevan dengan pembahasan yang dikaji.
2.      Internet, yakni media jaringan komunikasi dan informasi dalam sebuah wahana softwere (web) yang terdapat dalam aplikasi komputer.

1.6. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini diantaranya sebagai berikut :
1.      Kita dapat Mengetahui Pengertian Birokrasi dan Reformasi Birokrasi dalam sebuah Pemerintah
2.      Kita dapat Mengetahui Tujuan Reformasi Birokrasi
3.      Kita dapat Memahami Strategi Terwujudnya Reformasi Birokrasi
4.      Kita dapat Mengetahui Tata Pemerintahan yang Baik











BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      Pengertian Birokrasi dan Reformasi Birokrasi dalam sebuah Pemerintahan
Dalam proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita sering medengar istilah “birokrasi”, terutama dalam membahas soal pemerintahan dan negara. Terdapat beberapa definisi mengenai makna dari kata birokrasi, diantaranya :
1.      Menurut Tjokroamidjoyo birokrasi adalah tipe organisasi yang dipergunakan pemerintahan modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugasnya yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah.
2.      Menurut Max Weber juga menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, di mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol atas bawahan (subordinat). Sistem birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk pada aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.
       Menurut teori liberal bahwa birokrasi pemerintah itu menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempunyai akses langsung dengan rakyat melalui mandat yang diperoleh dalam pemilihan. Dengan demikian, maka birokrasi pemerintah itu bukan hanya didominasi oleh para birokrat saja, melainkan ada bagian-bagian tertentu yang diduduki oleh pejabat politik (Carino, 1994).  Demikian pula sebaliknya bahwa di dalam birokrasi pemerintah itu bukan hanya dimiliki oleh pemimpin politik saja melainkan ada juga pimpinan birokrasi karier yang profesional.
              Pada masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun 1998, kondisi birokrasi di Indonesia mengalami sakit bureaumania seperti kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi dan nepotisme. Birokrasi dijadikan alat status quo mengkooptasi (kerja sama) masyarakat guna mempertahankan dan memperluas kekuasaan. Birokrasi Orde Baru dijadikan secara struktural untuk mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan sebagai aktor public services yang netral dan adil, dalam beberapa kasus menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi, sehingga terjadi diskriminasi dan penyalahgunaan fasilitas, program dan dana negara.

              Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup di dalamnya penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Menurut Prof. Prijono, "Tujuan utama reformasi birokrasi yaitu menghasilkan pelayanan publik yang responsif, tidak memihak dan profesional yang bertujuan mengurangi rendahnya kepercayaan terhadap peran pemerintah dalam memenuhi dan melayani kepentingan masyarakat". Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi kita saat ini. Reformasi merupakan langkah-langkah perbaikan terhadap proses pembusukan politik, termasuk buruknya kinerja birokrasi.
              Dikarenakan keadaan birokrasi Indonesia yang masih kacau balau pasca orde baru, maka diperlukan adanya reformasi birokrasi di setiap lembaga birokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, kita selaku masyarakat dan warga negara perlu mengetahui apa itu reformasi birokrasi, selain itu juga agar masyarakat dapat mengetahui seberapa efektif reformasi birokrasi yang sudah berjalan di lembaga-lembaga birokrasi Indonesia sampai saat ini.
Reformasi birokrasi, adalah salah satu cara untuk membangun kepercayaan rakyat. Pengertian reformasi birokrasi sendiri ialah, suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama. Reformasi birokrasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan authority atau formal power (kekuasaan).
2.2.  Tujuan Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi bertujuan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat, dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga bisa memberikan kesejahteraan dan rasa keadilan pada masyarakat banyak. Di sisi lain birokrasi sangat sarat dengan banyak tugas dan fungsi, karena tidak saja hanya terfokus kepada pelayanan publik, tetapi juga bertugas dan berfungsi sebagai motor pembangunan dan aktivitas pemberdayaan. Proses reformasi yang harus dilakukan birokrasi nampaknya bukan hal yang mudah karena harus memformat ulang dengan penuh kritik dan tindakan korektif struktur dan konfigurasi birokrasi itu dari yang serba sakral feodal ke serba rasional dan profesional.

 Proses reformasi dari berfikir nuansa serba priyayi (ambtenaar) ke arah birokrasi dengan konfigurasi otoritas yang rasional, yang dalam tataran empirik dari budaya minta dilayani menjadi budaya melayani sebagai abdi masyarakat (publicservice). Menurut konsep birokrasi Weberian bahwa kekuasaan ada pada setiap hirearki jabatan. Semakin tinggi hirearki tersebut semakin tinggi kekuasaannya. Demikian sebaliknya semakin rendah hirearkinya akan semakin rendah pula kekuasaannya. Rakyat adalah paling rendahhirearkinya sehingga ia tidak mempunyai kekuasaan apapun.
Disiplin birokrasi model Weber menyatakan bahwa hirearki bawah tidak boleh berani atau tidak boleh melawan kekuasaan hirearki atas (dalam Thoha, 1999). Tugas utama pemerintah terhadap rakyatnya adalah memberikan pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat. Demikan pentingnya pelayanan publik oleh pemerintah ini sehingga sering dijadikan tolok ukur keberhasilan suatu rezim pemerintah, terlebih sekarang ketika paradigma Good Governance (kepemerintahan yang baik) dikedepankan dimana akuntabilitas, efektivitas dan efesiensi dijadikan tolok ukur dalam pelayanan sektor publik.
       Telah disampaikan pula pada pembahasan sebelumnya di atas, bahwa tujuan dari reformasi birokrasi menurut Prof. Prijono, "Tujuan utama reformasi birokrasi yaitu menghasilkan pelayanan publik yang responsif, tidak memihak dan profesional yang bertujuan mengurangi rendahnya kepercayaan terhadap peran pemerintah dalam memenuhi dan melayani kepentingan masyarakat".
       Secara umum bahwa tujuan dari reformasi birokrasi itu sendiri adalah untuk merubah tatanan, sistem, tingkah laku dan arah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara, yang pada mulanya terkesan bahkan terasa otoriter, penuh dengan KKN diubah kedalam keadaan birokrasi yang bersih dan netral. Oleh karena itu lembaga Eksekutif yang berperan sebagai pelaksana aturan-aturan yang telah dibuat olehnya (lembaga Eksekutif itu sendiri ata persetujuan Legislatif) serta lembaga-lembaga tinggi negara lainnya yang berwenang untuk membuat kebijakan / peraturan. Harus dapat mengkordinir perangkat-perangkat birokrasi yang bersih (bebas kolusi, korupsi dan nepotisme) yang berpihak kepada kepentingan rakyat.

2.3.  Strategi Terwujudnya Reformasi Birokrasi
Menurut Prof. Eko Prasojo, guru besar sekaligus ahli administrasi negara dari FISIP UI, untuk terwujudnya reformasi birokrasi, maka diperlukan strategi-strategi reformasi birokrasi, yaitu :
1. Level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi, pengaduan, gugatan).
2.      Level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah.
3.      Level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.
4.      Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan perbaikan.
Selain memerlukan strategi-strategi, dipelukan pula tahapan-tahapan reformasi birokrasi, yaitu meningkatkan pelayanan publik guna mendapatkan kembali kepercayaan rakyat, pelayanan publik yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, serta perbaikan tingkat kesejahteraan pegawai.

2.4.      Pengertian Tata Pemerintahan yang Baik (GOOD GOVERNANCE)
1.1     Arti Good governance
       Governance yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.
       Definisi lain menyebutkan governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh seckor negara dan sector non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dari terminology governance membantah pemahaman formal tentang bekerjanya institusiinstitusi negara. Governance mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda.
       Meskipun mengakui ada banyak aktor yang terlibat dalam proses sosial, governance bukanlah sesuatu yang terjadi secara chaotic, random atau tidak terduga. Ada aturan-aturan main yang diikuti oleh berbagai aktor yang berbeda. Salah satu aturan main yang penting adalah adanya wewenang yang dijalankan oleh negara.


       Tetapi harus diingat, dalam konsep governance wewenang diasumsikan tidak diterapkan secara sepihak, melainkan melalui semacam konsensus dari pelaku-pelaku yang berbeda. Oleh sebab itu, karena melibatkan banyak pihak dan tidak bekerja berdasarkan dominasi pemerintah, maka pelaku-pelaku diluar pemerintah harus memiliki kompetensi untuk ikut membentuk, mengontrol, dan mematuhi wewenang yang dibentuk secara kolektif.
       Lebih lanjut, disebutkan bahwa dalam konteks pembangunan, definisi governance adalah “mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk tujuan pembangunan”, sehingga good governance, dengan demikian, “adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan social yang substansial dan penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat utama efisien) dan (relatif) merata.”
       Menurut dokumen United Nations Development Program (UNDP), tata pemerintahan adalah “penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negra pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.
1.2     Membangun Good Governance
       Membangun good governance adalah mengubah cara kerja state, membuat pemerintah accountable, dan membangun pelaku-pelaku di luar Negara cakap untuk ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Dalam konteks ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang dapat diwujudkan dengan baik hanya dengan mengubah karakteristik dan cara kerja institusi negara dan pemerintah. Harus kita ingat, untuk mengakomodasi keragaman, good governance juga harus menjangkau berbagai tingkat wilayah politik. Karena itu, membangun good governance adalah proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha tersebut harus dilakukan secara bertahap. Untuk Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini diperlukan agar dapat menangani realitas yang ada.









BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Reformasi birokrasi dibutuhkan untuk menjamin terlaksananya reformasi di bidang lain dalam suatu pemerintahan yang mengaplikasikan konsep administrasi
pembangunan. Oleh karena itu, tanpa mengabaikan reformasi di bidang lain rekomendasi yang pertama harus dilakukan adalah reformasi birokrasi yang meliputi kelembagaan dan ketatalaksanaan, sumber daya manusia, dan pengawasan dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Reformasi kelembagaan dilakukan melalui perampingan struktur organisasi birokrasi pemerintah di pusat dan daerah untuk menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas dan fungsinya. Penyusunan organisasi yang didasarkan pada analisis jabatan ini harus terus diupayakan. Oleh karena adanya tuntutan yang mendesak dan harus dilakukan untuk mendorong proses percepatan reformasi birokrasi, upaya-upaya khusus di bidang kelembagaan adalah sebagai berikut :
1.        Melakukan redefenisi kelembagaan birokrasi termasuk melakukan penataan kelembagaan sesuai dengan standard operating procedure atau SOP.
2.        Melakukan penerapan audit institusi.
3.        Di bidang ketatalaksanaan perlu dipertimbangkan sistem rekrutmen dan promosi pegawai sesuai dengan kecakapan dan kemampuannya dan dapat diberhentikan jika bekerja secara buruk sebagaimana yang berlaku di lingkungan swasta.
3.2 Saran
            Adapun saran yang dapat diberikan kepada pembaca dan penulis mengenai makalah ini adalah:
1. Diharapkan penulis dapat mengembangkan dan melanjutkan penulisan makalah mengenai reformasi birokrasi dan tata pemerintahan ini.
2. Diharapkan hasil penulisan makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan ilmu pengetahuan.







DAFTAR PUSTAKA

Thoha, Miftah. Birokrasi & Politik di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007.
Indrawijaya, Adam I. Perubahan dan Pengembangan Organisasi. Bandung: Sinar Baru, 1989.
Kristiadi, J.B ( 1997), Perspektif Administrasi Publik Menghadapi Tantangan Abad 21. Pidato Pengukuhan jabatan Guru Besar UNPAD, Bandung.
Koswara,E (2000), Prospek dan Masalah Otonomi Daerah, Jakarta : Syi’ar Production.
http://www.find-docs.com/reformasi-birokrasi-pemerintahan-indonesia.html
http://www.find-docs.com/tata-pemerintahan-indonesia.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar