MAKALAH
REFORMASI BIROKRASI DAN TATA KELOLA
PEMERINTAHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
![](file:///C:\DOCUME~1\arjuna\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
Oleh:
ABU SANI
2010210002
PROGRAM STUDI ILMU
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2013
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis mengucapkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Berkat limpahan karunia_Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah
makalah yang berjudul “Reformasi Birokrasi Dan Tata Kelola Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia”. Penyusunan makalah ini bertujuan sebagai penunjang mata
kuliah yang nantinya dapat digunakan
mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengetahuannya.
Di dalam pembuatan makalah ini
banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini,
sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa
dalam pembuatan makalah ini mungkin banyak terdapat kesalahan-kesalahan dan
masih jauh dari kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritikan-kritikan dari pembaca, dan mudah-mudahan makalah ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan dan mudah-mudahan makalah ini juga dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Malang, 28 Oktober 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Di dalam negara yang mengikuti
sistem demokrasi kehadiran partai politik dalam birokrasi pemerintahtidak bisa
dihindari. Menurut teori liberal, birokrasi pemerintah itu menjalakan
kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempunyai akses langsung dengan rakyat
melalui mandat yang diperoleh dalam pemilihan. Dengan dmikian birokrasi
pemerintah itu tidak hanya didominasi oleh pejabat-pejabat birokrasi saja yang
meniti karier di dalamnya, melainkan pula bagian-bagian lain yang ditempati
oleh pejabat-pejabat politik. Demikian pula sebaliknya di dalam birokrasi
pemerintah itu bukan hanya dimiliki oleh pimpinan politik dari partai politik
saja melainkan ada juga pimpinan birokrasi karier yang profesional.
Ketika kehadiran partai politik yang
berupa pejabat-pejabat politik dalam birokrasi pemerintah tersebut mulai
timbul, maka timbul pulalah suatu pertanyaan tentang hubungan keduanya.
Pertanyaan ini sebenarnya merupakan pertanyaan klasik yang dahulu pernah di
kemukakan oleh Woodrow Wilson sebagai perwujudan dari perbedaan antara politik
dan administrasi.
Di Indonesia ketika baru saja
merdeka tahun 1945, tata kepemerintahan kita banyak diwarnai oleh
kehidupan partai politik. Tidak lama setelah Maklumat Wakil Presiden Moh. Hatta
yang dikenal dengan sebutan Maklumat X pada tanggal 16 Oktober 1945, maka
rakyat serentak mendirikan banyak partai politik mulai saat itu kabinet yang
merupakan organisasi eksekutif pemerintahan mulai dipimpin oleh partai politik.
Kabinet Presidensial yang telah ditetapan oleh UUD 1945 hanya berlaku beberapa
bulan saja dan kemudian diganti dengan Kabinet Parlementer. Kabinet Parlementer
ini diberlakukan dalam negara yang berdasarkan UUD 45 yang mengikuti Kabinet
Presidensial. Mulai saat itu kabinet dipimpin oleh orang-orang dari partai
politik. Presiden sebagai keapa negara menunjuk seorang dari partai tertentu
untuk bertindak sebagai formatur yang akan membentuk susunan kabinet. Formatur
ini yang biasanya akan menjadi Perdana Menteri yang memimpin kabinet. Semua
menteri anggota kabinet ditunjuk berdasarkan keanggotaan partai politik yang
bersedia berkoalisi dengan partainya formatur kabinet. Namun demikian, ada pula
menteri yang ditunjuk bukan karena mewakili partai politik tertentu, melainkan
karena keahlian dan kemampuan individunya. Menteri yang tidak berpartai ini tidak
banyak, dan pada umumnya menteri yang berada di kabinet adalah mereka yang
berpartai.
Kehadiran partai politik dalam
pemerintahan membawa pengaruh besar terhadap kehidupan birokrasi pemerintah.
Salah satu pengaruh itu ialah birokrasi pemerintah terkontaminasi terhadap
bermacam dan beragam perbedaan ideologi yang dibawa partai politik. Tidak
jarang terjadi bahwa suatu partai politik yang memimpin suatu kementrian untuk
sekian lama telah tertanam pengaruh partai dalam kementerian tersebut. Tidak
pula jarang terjadi suatu departemen yang menterinya dari partai tertentu, maka
struktur jabatan dan pejabat yang mendudukinya dari partai yang sama dengan
partai menterinya dari pusat sampai ke daerah. Pada waktu itu banyak dikenal
bahwa Kementerian Dalam Negeri yang menterinya dari Partai Nasional Indonesia
(PNI), maka struktur jabatan mulai dari Menteri sampai ke lurah di desa adalah
orang-prang PNI. Demikian pula Kementerian Agama yang dipimpin oleh menteri
dari NU, maka mulai dari Menteri sampai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan dijabat oleh orqang-orang partai NU.
Kehadiran partai politik dalam
pemerintahan sejak dari Kabinet Sjhrir pertama sampai dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 berlangsung secara intensif. Mulai dari ketika Presiden
Soekarno kembali ke UUD 1945, Kabinet kembali ke bentuk Presidensial, maka
Kaninet tidak lagi bisa dibubarkan dan kabinet tidak bertanggung jawab kepada
presiden. Para Menteri yang ditunjuk tidak lagi membawa partai tertentu.
Ketika Presiden Soekarno “jatuh” dan
pemerintah diganti oleh pemerintah orde baru, partai politik tidak lagi bisa
berperan aktif dalam pemerintahan. Peran partai politik digantikan oleh Golkar
yang menamakan dirinya bukan partai politik. Kelembagaan birokrasi pemerintah
dipimpin dan dikuasai oleh Golkar. Pemilihan umum dilakukan setiap 5 tahun
sekali dan pemenangnya adalah bukan partai politik akan tetapi Golkar. Aneh
memang, bukan partai politik tetapi ikut main politik berupa sebagai kontestan
pemilihan umum setiap 5 tahun sekali dan selalu keluar sebagai pemenang mutlak.
Dengan kemenangan pemilu tersebut maka Golkar selalu memimpin kabinet dan
pemerintahan pada umumnya. Semua Menterinya adalah orang-orang Golkar, dan ini
berlangsung cukup lama selama 32 tahun di bawah pimpinan Presiden Soeharto.
Sekarang ketika masa reformasi
selama 4 tahun di bawah 3 Presiden tampaknya sulit untuk melakukan perubahan
sikap mental dan perilaku sistem pemerintahan birokrasi kita. Partai-partai
politik yang memerintah ribut untuk menanamkan pengaruh dan orang-orangnya ke
dalam birokrasi pemerintah. Cerita lama terulang kembali, rama-ramai mendirikan
“bangunan pengaruh” ke dalam birokrasi pemerintah sebagai sumber kakuatan untuk
menyiapkan diri memenangkan pemilu mendatang.
Semua partai politik menyadari bahwa bangunan
birokrasi pemerintah itu menjulur dari pusat pemerintahan sampai ke struktur
yang paling bawah mendekati rakyat. Bangunan seperti itu merupakan sarana yang
efektif untuk mempengaruhi rakyat agar memilih partainya. Sementara itu
fasilitas yang ada di pemerintah sangat berharga untuk tidak disia-siakan guna
kemanfaatan partainya. Itulah sebabnya rangkapan jabatan partai politik di
birokrasi pemerintah sulit diberantas dan masih dipertahankan dengan segala
cara. Dalih mereka ialah, ketika pemerintahan Golkar jabatan rangkap dan
fasilitas pemerintah, mengapa setelah reformasi sekarang ini kita tidak boleh
menikmatinya. Inilah aji mumpung yang menghinggapi mental dan akhlak para
pejabat sekarang.
Makalah ini terdiri dari beberapa
pembahasan diantaranya yang menjelaskan tentang bagaimana birokrasi
pemerintahan dan partai politik berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara pada kehidupan rakyat Indonesia, membahas
birokrasi dan administrasi publik, tata kepemerintahan yang baik, membahas
tentang partai politik dan birokrasi pemerintahan Indonesia, dan menguraikan
tentang aspek kelembagaan dalam birokrasi pemerintahan sipil madaniah.
1.2. Rumusan
Masalah
Agar masalah yang akan dibahasa
lebih jelas dan terarah, maka perlu dirumuskan dalam bentuk perumusan masalah
yaitu :
“Apakah birokrasi dan tata kelola pemerintahan Negara
Republik Indonesia telah sesuai dengan kebutuhan raknyatnya?”
1.3. Pembatasan
Masalah
Bila ditinjau dari segi rumusan masalah, kiranya
masalah tersebut masih terlalu luas untuk dibahas, maka perlu dibatasi melalui
pembatasan masalah, yaitu sebagai berikut :
1.
Pengertian
Birokrasi dan Reformasi Birokrasi dalam sebuah Pemerintah
2.
Tujuan
Reformasi Birokrasi
3.
Strategi
Terwujudnya Reformasi Birokrasi
4.
Pengertian
Tata Pemerintahan yang Baik (good governance)
1.4. Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh tugas yang diberikan pihak
lembaga Universitas, khususnya dari Program Studi Ilmu Administrasi Negara.
Dalam membuat makalah ini agar
lebih memahaminya penulis membuat beberapa tujuan penulisan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Untuk
Mengetahui Pengertian Birokrasi dan Reformasi Birokrasi dalam sebuah Pemerintah
2. Untuk
Mengetahui Tujuan Reformasi Birokrasi
3. Untuk
Memahami Strategi Terwujudnya Reformasi Birokrasi
4. Untuk
Mengetahui Tata Pemerintahan yang Baik
1.5. Metode
Penulisan
Metode penulisan
makalah ini merupakan salah satu cara
yang digunakan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menggunakan beberapa metode diantyaranya :
1.
Metode tela’ah buku / studi pustaka, yakni penulis mencari
pokok bahasan dari buku sumber yang relevan dengan pembahasan yang dikaji.
2.
Internet,
yakni media jaringan komunikasi dan informasi dalam sebuah wahana softwere (web)
yang terdapat dalam aplikasi komputer.
1.6. Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat dari pembuatan
makalah ini diantaranya sebagai berikut :
1.
Kita dapat
Mengetahui Pengertian Birokrasi dan Reformasi Birokrasi dalam sebuah Pemerintah
2.
Kita dapat
Mengetahui Tujuan Reformasi Birokrasi
3.
Kita dapat
Memahami Strategi Terwujudnya Reformasi Birokrasi
4.
Kita dapat
Mengetahui Tata Pemerintahan yang Baik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Birokrasi dan Reformasi Birokrasi dalam sebuah Pemerintahan
Dalam proses kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita sering medengar istilah
“birokrasi”, terutama dalam membahas soal pemerintahan dan negara. Terdapat
beberapa definisi mengenai makna dari kata birokrasi, diantaranya :
1.
Menurut
Tjokroamidjoyo birokrasi adalah tipe organisasi yang dipergunakan
pemerintahan modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugasnya yang bersifat
spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh
aparatur pemerintah.
2.
Menurut Max
Weber juga menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, di mana pemimpin (superordinat)
mempraktekkan kontrol atas bawahan (subordinat). Sistem birokrasi
menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi
sebagai sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk pada aturan-aturan
tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat
dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.
Menurut
teori liberal bahwa birokrasi pemerintah itu menjalankan kebijakan-kebijakan
pemerintah yang mempunyai akses langsung dengan rakyat melalui mandat yang
diperoleh dalam pemilihan. Dengan demikian, maka
birokrasi pemerintah itu bukan hanya didominasi oleh para birokrat saja,
melainkan ada bagian-bagian tertentu yang diduduki oleh pejabat politik
(Carino, 1994). Demikian pula sebaliknya bahwa di dalam
birokrasi pemerintah itu bukan hanya dimiliki oleh pemimpin politik saja melainkan
ada juga pimpinan birokrasi karier yang profesional.
Pada
masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun 1998, kondisi birokrasi di
Indonesia mengalami sakit bureaumania seperti kecenderungan inefisiensi,
penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi dan nepotisme. Birokrasi dijadikan
alat status quo mengkooptasi (kerja sama) masyarakat guna mempertahankan dan
memperluas kekuasaan. Birokrasi Orde Baru dijadikan secara struktural untuk
mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan
sebagai aktor public services yang netral dan adil, dalam beberapa kasus
menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi,
sehingga terjadi diskriminasi dan penyalahgunaan fasilitas, program dan dana
negara.
Agar
Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan
reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam
kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup di dalamnya penguatan
masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan
ekonomi dan pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Menurut
Prof. Prijono, "Tujuan utama reformasi birokrasi yaitu menghasilkan
pelayanan publik yang responsif, tidak memihak dan profesional yang bertujuan
mengurangi rendahnya kepercayaan terhadap peran pemerintah dalam memenuhi dan
melayani kepentingan masyarakat". Dengan demikian, reformasi birokrasi
juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi kita
saat ini. Reformasi merupakan langkah-langkah perbaikan terhadap proses
pembusukan politik, termasuk buruknya kinerja birokrasi.
Dikarenakan
keadaan birokrasi Indonesia yang masih kacau balau pasca orde baru, maka
diperlukan adanya reformasi birokrasi di setiap lembaga birokrasi di Indonesia.
Oleh karena itu, kita selaku masyarakat dan warga negara perlu mengetahui apa
itu reformasi birokrasi, selain itu juga agar masyarakat dapat mengetahui
seberapa efektif reformasi birokrasi yang sudah berjalan di lembaga-lembaga
birokrasi Indonesia sampai saat ini.
Reformasi birokrasi, adalah salah
satu cara untuk membangun kepercayaan rakyat. Pengertian reformasi birokrasi
sendiri ialah, suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem yang tujuannya
mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama.
Reformasi birokrasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan
prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap
serta tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan
dengan authority atau formal power (kekuasaan).
2.2. Tujuan
Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi bertujuan memberikan
pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat, dengan meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, sehingga bisa memberikan kesejahteraan dan rasa keadilan pada
masyarakat banyak. Di sisi lain birokrasi sangat sarat dengan banyak tugas dan
fungsi, karena tidak saja hanya terfokus kepada pelayanan publik, tetapi juga
bertugas dan berfungsi sebagai motor pembangunan dan aktivitas pemberdayaan.
Proses reformasi yang harus dilakukan birokrasi nampaknya bukan hal yang mudah
karena harus memformat ulang dengan penuh kritik dan tindakan korektif struktur
dan konfigurasi birokrasi itu dari yang serba sakral feodal ke serba rasional dan profesional.
Proses
reformasi dari berfikir nuansa serba priyayi (ambtenaar) ke arah
birokrasi dengan konfigurasi otoritas yang rasional, yang dalam tataran empirik
dari budaya minta dilayani menjadi budaya melayani sebagai abdi masyarakat (publicservice).
Menurut konsep birokrasi Weberian bahwa kekuasaan ada pada setiap hirearki
jabatan. Semakin tinggi hirearki tersebut semakin tinggi kekuasaannya. Demikian
sebaliknya semakin rendah hirearkinya akan semakin rendah pula kekuasaannya.
Rakyat adalah paling rendahhirearkinya sehingga ia tidak mempunyai kekuasaan
apapun.
Disiplin birokrasi model Weber menyatakan bahwa
hirearki bawah tidak boleh berani atau tidak boleh melawan kekuasaan hirearki
atas (dalam Thoha, 1999). Tugas utama pemerintah terhadap rakyatnya adalah
memberikan pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh
masyarakat. Demikan pentingnya pelayanan publik oleh pemerintah ini sehingga
sering dijadikan tolok ukur keberhasilan suatu rezim pemerintah, terlebih
sekarang ketika paradigma Good Governance (kepemerintahan yang baik)
dikedepankan dimana akuntabilitas, efektivitas dan efesiensi dijadikan tolok
ukur dalam pelayanan sektor publik.
Telah
disampaikan pula pada pembahasan sebelumnya di atas, bahwa tujuan dari
reformasi birokrasi menurut Prof. Prijono, "Tujuan utama reformasi
birokrasi yaitu menghasilkan pelayanan publik yang responsif, tidak memihak dan
profesional yang bertujuan mengurangi rendahnya kepercayaan terhadap peran
pemerintah dalam memenuhi dan melayani kepentingan masyarakat".
Secara
umum bahwa tujuan dari reformasi birokrasi itu sendiri adalah untuk merubah
tatanan, sistem, tingkah laku dan arah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara, yang pada mulanya terkesan bahkan
terasa otoriter, penuh dengan KKN diubah kedalam keadaan birokrasi yang bersih
dan netral. Oleh karena itu lembaga Eksekutif yang berperan sebagai pelaksana
aturan-aturan yang telah dibuat olehnya (lembaga Eksekutif itu sendiri ata
persetujuan Legislatif) serta lembaga-lembaga tinggi negara lainnya yang
berwenang untuk membuat kebijakan / peraturan. Harus dapat mengkordinir
perangkat-perangkat birokrasi yang bersih (bebas kolusi, korupsi dan nepotisme)
yang berpihak kepada kepentingan rakyat.
2.3. Strategi
Terwujudnya Reformasi Birokrasi
Menurut Prof. Eko Prasojo, guru
besar sekaligus ahli administrasi negara dari FISIP UI, untuk terwujudnya
reformasi birokrasi, maka diperlukan strategi-strategi reformasi birokrasi,
yaitu :
1. Level
kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong
Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian
hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi, pengaduan, gugatan).
2.
Level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen
berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap kepentingan
masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan
Standar Kinerja Instansi Pemerintah.
3.
Level operasional, dilakukan perbaikan melalui
peningkatan service quality meliputi dimensi tangibles, reliability,
responsiveness, assurance dan emphaty.
4.
Instansi
Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan
melakukan perbaikan.
Selain memerlukan strategi-strategi,
dipelukan pula tahapan-tahapan reformasi birokrasi, yaitu meningkatkan
pelayanan publik guna mendapatkan kembali kepercayaan rakyat, pelayanan publik
yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, serta perbaikan tingkat
kesejahteraan pegawai.
2.4. Pengertian Tata Pemerintahan yang
Baik (GOOD GOVERNANCE)
1.1 Arti Good governance
Governance yang
diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan
wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada
semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh
mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok
masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan
menjembatani perbedaan-perbedaan
diantara mereka.
Definisi lain menyebutkan governance adalah
mekanisme pengelolaan sumber
daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh seckor negara dan sector non-pemerintah
dalam suatu usaha kolektif. Definisi ini mengasumsikan
banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan
gerak aktor lain. Pesan pertama dari terminology governance membantah pemahaman formal tentang bekerjanya
institusiinstitusi negara. Governance
mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada
tingkat yang berbeda.
Meskipun mengakui ada banyak aktor yang terlibat dalam
proses sosial, governance
bukanlah
sesuatu yang terjadi secara chaotic, random atau tidak terduga. Ada aturan-aturan
main yang diikuti oleh berbagai aktor yang berbeda.
Salah satu aturan main yang penting adalah adanya wewenang yang dijalankan oleh
negara.
Tetapi harus diingat, dalam konsep governance wewenang
diasumsikan tidak diterapkan secara sepihak, melainkan melalui semacam konsensus dari pelaku-pelaku
yang berbeda. Oleh sebab itu, karena
melibatkan banyak pihak dan tidak bekerja berdasarkan dominasi pemerintah, maka
pelaku-pelaku diluar pemerintah harus memiliki kompetensi untuk ikut membentuk, mengontrol, dan
mematuhi wewenang yang
dibentuk secara kolektif.
Lebih lanjut, disebutkan bahwa dalam konteks
pembangunan, definisi governance
adalah
“mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk tujuan pembangunan”, sehingga good
governance, dengan demikian,
“adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan social yang substansial dan
penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat utama efisien) dan (relatif)
merata.”
Menurut dokumen United Nations Development Program
(UNDP), tata pemerintahan
adalah “penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negra pada
semua tingkat. Tata pemerintahan
mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan
kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan
mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani
perbedaan-perbedaan diantara mereka.
1.2 Membangun Good Governance
Membangun good governance adalah mengubah cara kerja state,
membuat pemerintah accountable, dan membangun pelaku-pelaku di luar Negara cakap untuk
ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Dalam
konteks ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang dapat diwujudkan
dengan baik hanya dengan mengubah karakteristik dan cara kerja
institusi negara dan pemerintah. Harus kita ingat, untuk mengakomodasi
keragaman, good governance juga harus menjangkau berbagai
tingkat wilayah politik. Karena itu, membangun good governance adalah
proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha tersebut harus dilakukan
secara bertahap. Untuk Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini
diperlukan agar dapat menangani realitas yang ada.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Reformasi birokrasi dibutuhkan untuk menjamin
terlaksananya reformasi di bidang lain dalam suatu pemerintahan yang mengaplikasikan
konsep administrasi
pembangunan. Oleh karena itu, tanpa mengabaikan reformasi di bidang lain
rekomendasi yang pertama harus dilakukan adalah reformasi birokrasi yang
meliputi kelembagaan dan ketatalaksanaan, sumber daya manusia, dan pengawasan
dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Reformasi
kelembagaan dilakukan melalui perampingan struktur organisasi birokrasi
pemerintah di pusat dan daerah untuk menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas dan fungsinya. Penyusunan organisasi yang didasarkan pada analisis
jabatan ini harus terus diupayakan. Oleh karena adanya tuntutan yang mendesak
dan harus dilakukan untuk mendorong proses percepatan reformasi birokrasi,
upaya-upaya khusus di bidang kelembagaan adalah sebagai berikut :
1.
Melakukan redefenisi kelembagaan birokrasi termasuk melakukan penataan
kelembagaan sesuai dengan standard operating procedure atau SOP.
2.
Melakukan penerapan audit institusi.
3.
Di bidang ketatalaksanaan perlu dipertimbangkan sistem rekrutmen dan
promosi pegawai sesuai dengan kecakapan dan kemampuannya dan dapat
diberhentikan jika bekerja secara buruk sebagaimana yang berlaku di lingkungan
swasta.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan kepada pembaca dan penulis mengenai
makalah ini adalah:
1. Diharapkan penulis dapat mengembangkan dan melanjutkan penulisan makalah
mengenai reformasi birokrasi dan tata pemerintahan ini.
2. Diharapkan hasil penulisan
makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Thoha,
Miftah. Birokrasi & Politik di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2007.
Indrawijaya, Adam I. Perubahan dan Pengembangan Organisasi. Bandung:
Sinar Baru, 1989.
Kristiadi, J.B ( 1997), Perspektif Administrasi Publik Menghadapi
Tantangan Abad 21. Pidato Pengukuhan jabatan Guru Besar UNPAD, Bandung.
Koswara,E (2000), Prospek dan Masalah Otonomi Daerah, Jakarta :
Syi’ar Production.
http://www.find-docs.com/reformasi-birokrasi-pemerintahan-indonesia.html
http://www.find-docs.com/tata-pemerintahan-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar