GENDER DAN SHARING POWER
RESENSI MENGENANG HARI KARTINI
Di akhir abad 19 awal abad 20 yakni pada masa Raden Ajeng (RA) Kartini, perempuan belum mendapat pendidikan yang layak serta belum bisa menentukan pasangannya sendiri (suami). Perempuan pada masa itu banyak yang dipingit karena adat istiadat setempat.
Dalam menghadapi masa itu RA Kartini dengan gigih memperjuangkan nasib perempuan. Perjuangan tersebut diawalinya dengan mendirikan sekolah untuk anak gadis yang di dalamnya terdapat pelajaran tentang cara menjahit, menyulam, memasak dan lain sebagainya.
Banyak cara yang dilakukan RA Kartini dalam memperjuangkan nasib perempuan, meskipun dalam perjalanannya banyak rintangan dan hambatan terutama dari keluarga yang tidak mengijinkan RA Kartini menjadi wanita karier. Perjuangan RA Kartini terhenti pada tanggal 17 September 1904 karena dia meninggal dunia saat melahirkan putra pertamanya.
Sebagai lanjutan dari perjuangan RA Kartini pada tahun 1912 Budi Utomo mendirikan perkumpulan perempuan pertama di Jakarta yang dinamakan "Poetri Mardika" yang bertujuan untuk: 1). Memberi bantuan, bimbingan dan penerangan kepada gadis pribumi dalam usaha menuntut pelajaran. 2). Memberi kesempatan kepada kaum perempuan untuk bertindak diluar rumah tangga dan menyatakan pendapatnya dimuka umum. 3). Berusaha menghilangkan rasa rendah pada perempuan dan meninggikan derajat perempuan sehingga setingkat dengan kaum laki � laki. Setelah lahir gerakan "Poetri Mardika" muncul gerakan - gerakan lain yang sifatnya memperjuangkan kaum perempuan.
Dalam perspektif global di dunia Internasional muncul gerakan feminisme. Gerakan ini memperjuangkan harkat, dan martabat kaum perempuan. Arus perputaran gerakan feminisme telah menjalar ke Indonesia yang pada akhirnya gerakan perempuan Indonesia mengadopsi salah satu konsepnya tentang gender yaitu mencoba untuk menyamakan posisi kaum perempuan dan laki �laki dengan tidak memandang perbedaan gender meskipunn secara sex berbeda.
Istilah gender pertama kali digunakan oleh Ann Oakley dan teman � temannya pada tahun1970an untuk menggambarkan karakteristik laki � laki dan perempuan yang dibentuk oleh konstruksi sosial.
Analisis gender muncul pada waktu kaum feminis sosialis menanggapi pandangan masyarakat yang muncul dari berbagai golongan diantaranya: 1) Feminis radikal: mengangkat permasalahan ketidakadilan perempuan dari aspek budaya yang dikuasai oleh kaum laki � laki (patriarki). 2). Feminis liberal: menganggap permasalahan perempuan dapat diselesaikan lewat aspek hukum ternyata belum berhasil. 3). Feminis Marxis: menganalisis permasalahan perempuan dari aspek ekonomi.
Dari ketiga golongan tersebut muncul banyak anggapan dan pertentangan seperti pada golongan feminis radikal. Golongan ini menganggap menentang kaum laki � laki. Munculnya golongan feminis sosialis adalah untuk mengurangi pertentangan � pertentang diantara golongan yang pada akhirnya golongan ini memperkenalkan analisis gender.
Persoalan kesetaraan gender pada dasarnya adalah persoalan distribusi kekuasaan dimana ada Sharing of Power yang adil antara laki � laki dan perempuan. Perempuan ingin mendapatkan hak, penghargaan atas harkat dan martabat manusia serta partisipasi yang sama dalam semua aspek kehidupan.
Di era yang sekarang ini masih ada anggapan tentang perempuan yang tidak perlu ditampilkan di ranah publik. Perempuan masih belum bebas dalam mengambil keputusan atau kebijaksanaan. Masih banyak anggapan bahwa perempuan tempatnya di rumah, dapur dan menghasilkan keturunan (macak, masak, manak, sumur, dapur, pupur dan kasur).
Di samping itu perempuan dianggap sebagai konco wingking, wanito (wani ditoto=istilah jawa). Bagi seorang gadis misalnya, dia mendapat beban dan tanggung jawab yang besar di dalam rumah tangga walaupun harus berbenturan dengan tugas sekolah.
Berbeda dengan saudara laki � laki, seorang gadis tidak diizinkan keluar rumah sehingga mereka tidak punya waktu untuk berkumpul dengan teman � temannya atau bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Pada kenyataannya gender baru dipahami atau dirasakan setelah mereka merasa capek dan iri dengan saudara laki � laki yang bebas tanpa ada beban dan tanggung jawab. Secara kodrati perempuan dan laki � laki memilki ciri biologis dan peran reproduksi yang berbeda. Namun secara gender perempuan ingin mendapatkan hak yang sama secara adil (equal).
Di dalam Al Qur�an Surat An Nisa�4: 1 ditegaskan bahwa pada dasarnya kedudukan laki � laki dan perempuan adalah sama. Keduanya diciptakan dari satu nafs (living entity).
Dimana yang satu tidak memiliki keunggulan terhadap yang lain. Al Qur�an menolak pandangan yang membedakan antara laki � laki dan perempuan karena keduanya diciptakan dari satu jenis yang sama dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan keturunannya, baik laki � laki maupun perempuan.
Perempuan memiliki hak dan kewajiban terhadap laki � laki dan laki � laki memiliki hak dan kewajiban terhadap perempuan sebagaimana yang terjadi pada pasangan suami istri. Al Qur�an memiliki pandangan yang revolusioner dan memiliki ajaran yang menguatkan dan memperbaiki posisi sebagian atau kelompok lemah dalam kehidupan masyarakat, serta menghilangkan bagian � bagian yang memperlakukan perempuan secara kejam.
Merampas hak dan memperlakukan perempuan secara tidak adil telah menentang hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sejak lahir yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa seperti hak untuk hidup.
Negara telah memberikan peraturan tentang hak asasi manusia seperti yang termuat dalam UUD1945 pasa 27 ayat 2 yang berbunyi: setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Baik Negara atau Al Qur�an telah menjelaskan tentang kehidupan manusia, maka selayaknya manusia hidup saling mengisi dan memahami antara yang satu dengan yang lain. (warno)
Di akhir abad 19 awal abad 20 yakni pada masa Raden Ajeng (RA) Kartini, perempuan belum mendapat pendidikan yang layak serta belum bisa menentukan pasangannya sendiri (suami). Perempuan pada masa itu banyak yang dipingit karena adat istiadat setempat.
Dalam menghadapi masa itu RA Kartini dengan gigih memperjuangkan nasib perempuan. Perjuangan tersebut diawalinya dengan mendirikan sekolah untuk anak gadis yang di dalamnya terdapat pelajaran tentang cara menjahit, menyulam, memasak dan lain sebagainya.
Banyak cara yang dilakukan RA Kartini dalam memperjuangkan nasib perempuan, meskipun dalam perjalanannya banyak rintangan dan hambatan terutama dari keluarga yang tidak mengijinkan RA Kartini menjadi wanita karier. Perjuangan RA Kartini terhenti pada tanggal 17 September 1904 karena dia meninggal dunia saat melahirkan putra pertamanya.
Sebagai lanjutan dari perjuangan RA Kartini pada tahun 1912 Budi Utomo mendirikan perkumpulan perempuan pertama di Jakarta yang dinamakan "Poetri Mardika" yang bertujuan untuk: 1). Memberi bantuan, bimbingan dan penerangan kepada gadis pribumi dalam usaha menuntut pelajaran. 2). Memberi kesempatan kepada kaum perempuan untuk bertindak diluar rumah tangga dan menyatakan pendapatnya dimuka umum. 3). Berusaha menghilangkan rasa rendah pada perempuan dan meninggikan derajat perempuan sehingga setingkat dengan kaum laki � laki. Setelah lahir gerakan "Poetri Mardika" muncul gerakan - gerakan lain yang sifatnya memperjuangkan kaum perempuan.
Dalam perspektif global di dunia Internasional muncul gerakan feminisme. Gerakan ini memperjuangkan harkat, dan martabat kaum perempuan. Arus perputaran gerakan feminisme telah menjalar ke Indonesia yang pada akhirnya gerakan perempuan Indonesia mengadopsi salah satu konsepnya tentang gender yaitu mencoba untuk menyamakan posisi kaum perempuan dan laki �laki dengan tidak memandang perbedaan gender meskipunn secara sex berbeda.
Istilah gender pertama kali digunakan oleh Ann Oakley dan teman � temannya pada tahun1970an untuk menggambarkan karakteristik laki � laki dan perempuan yang dibentuk oleh konstruksi sosial.
Analisis gender muncul pada waktu kaum feminis sosialis menanggapi pandangan masyarakat yang muncul dari berbagai golongan diantaranya: 1) Feminis radikal: mengangkat permasalahan ketidakadilan perempuan dari aspek budaya yang dikuasai oleh kaum laki � laki (patriarki). 2). Feminis liberal: menganggap permasalahan perempuan dapat diselesaikan lewat aspek hukum ternyata belum berhasil. 3). Feminis Marxis: menganalisis permasalahan perempuan dari aspek ekonomi.
Dari ketiga golongan tersebut muncul banyak anggapan dan pertentangan seperti pada golongan feminis radikal. Golongan ini menganggap menentang kaum laki � laki. Munculnya golongan feminis sosialis adalah untuk mengurangi pertentangan � pertentang diantara golongan yang pada akhirnya golongan ini memperkenalkan analisis gender.
Persoalan kesetaraan gender pada dasarnya adalah persoalan distribusi kekuasaan dimana ada Sharing of Power yang adil antara laki � laki dan perempuan. Perempuan ingin mendapatkan hak, penghargaan atas harkat dan martabat manusia serta partisipasi yang sama dalam semua aspek kehidupan.
Di era yang sekarang ini masih ada anggapan tentang perempuan yang tidak perlu ditampilkan di ranah publik. Perempuan masih belum bebas dalam mengambil keputusan atau kebijaksanaan. Masih banyak anggapan bahwa perempuan tempatnya di rumah, dapur dan menghasilkan keturunan (macak, masak, manak, sumur, dapur, pupur dan kasur).
Di samping itu perempuan dianggap sebagai konco wingking, wanito (wani ditoto=istilah jawa). Bagi seorang gadis misalnya, dia mendapat beban dan tanggung jawab yang besar di dalam rumah tangga walaupun harus berbenturan dengan tugas sekolah.
Berbeda dengan saudara laki � laki, seorang gadis tidak diizinkan keluar rumah sehingga mereka tidak punya waktu untuk berkumpul dengan teman � temannya atau bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Pada kenyataannya gender baru dipahami atau dirasakan setelah mereka merasa capek dan iri dengan saudara laki � laki yang bebas tanpa ada beban dan tanggung jawab. Secara kodrati perempuan dan laki � laki memilki ciri biologis dan peran reproduksi yang berbeda. Namun secara gender perempuan ingin mendapatkan hak yang sama secara adil (equal).
Di dalam Al Qur�an Surat An Nisa�4: 1 ditegaskan bahwa pada dasarnya kedudukan laki � laki dan perempuan adalah sama. Keduanya diciptakan dari satu nafs (living entity).
Dimana yang satu tidak memiliki keunggulan terhadap yang lain. Al Qur�an menolak pandangan yang membedakan antara laki � laki dan perempuan karena keduanya diciptakan dari satu jenis yang sama dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan keturunannya, baik laki � laki maupun perempuan.
Perempuan memiliki hak dan kewajiban terhadap laki � laki dan laki � laki memiliki hak dan kewajiban terhadap perempuan sebagaimana yang terjadi pada pasangan suami istri. Al Qur�an memiliki pandangan yang revolusioner dan memiliki ajaran yang menguatkan dan memperbaiki posisi sebagian atau kelompok lemah dalam kehidupan masyarakat, serta menghilangkan bagian � bagian yang memperlakukan perempuan secara kejam.
Merampas hak dan memperlakukan perempuan secara tidak adil telah menentang hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sejak lahir yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa seperti hak untuk hidup.
Negara telah memberikan peraturan tentang hak asasi manusia seperti yang termuat dalam UUD1945 pasa 27 ayat 2 yang berbunyi: setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Baik Negara atau Al Qur�an telah menjelaskan tentang kehidupan manusia, maka selayaknya manusia hidup saling mengisi dan memahami antara yang satu dengan yang lain. (warno)
Sumber: http://www.malangkota.go.id/mlg_detail.php?own=artikel&act=detail&id=2004201153#ixzz2W6I13kpc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar