Sabtu, 09 Agustus 2014

PROSES DAN POLEMIK PEMEKARAN WILAYAH



MAKALAH
PROSES DAN POLEMIK PEMEKARAN WILAYAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah hubungan pemerintah pusat dan daerah




Disusun Oleh :





PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI  MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Pengertian pemekaran daerah bila dicermati ulang agaknya sedikit membingungkan dan terbalik dengan pemahaman kita selama ini. Pengertian Pemekaran dearah dapat diartikan memekarnya (mengembang) suatu daerah menjadi lebih luas, analog dengan ”bunga mekar”, yang awalnya kuncup (kecil) mekar mengembang atau bertambah besar, tetapi bukan bertambah banyak jumlahnya, seperti, hewan amoeba membelah diri. Sedangkan makna pemekaran daerah, sebagimana sudah dipahami umum saat ini, adalah terbaginnya daerah otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) menjadi beberapa daerah otonom baru, persis seperti amoeba membelah diri menjadi dua, kemudian hasil pembelahan membelah lagi hinggga tercipta ribuan amoeba-amoeba. Daerah sebagai wilayah tidak bertambah luas, bahkan daerah induk –yang bermekar – justru semakin sempit dan kecil karena sudah terbagi. Pemerintah Daerahnya yang semakin banyak, tetapi daerah atau wilayahnya bertambah sempit/kecil. Sebenarnya lebih tepat disebut “Pembelahan Daerah” atau “Pembagian Daerah” ataupun “Pemisahan Wilayah”, tapi kedengaranya tidak enak semua istilah itu. Karena salah kaprah istilah ‘Pemekaran Daerah’ sudah diterima secara umum maka Penulispun - yang pernah berdinas di Kabupaten yang berkali-kali mekar - dengan terpaksa tetap meggunakannya demi kemudahan interpretasi.
Setelah peristiwa reformasi Tahun 1998, Desentralisasi merupakan salah satu perubahan sosial politik yang dialami Indonesia dan diimplementasikan melalui UU 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya yang menyangkut, Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Sejak itulah Kabupaten/Kota/Provinsi baru tumbuh subur seperti jamur dimusim hujan, hingga akhir Desember 2008 telah terbentuk 215 daerah otonom baru yang terdiri dari tujuh provinsi, 173 kabupaten, dan 35 kota, bandingkan pada era orde baru selama 32 tahun hanya bertambah 3 Provinsi. Dengan demikian hingga akhir 2008 saja sudah ada 33 Provinsi, 398 Kabupaten, dan 93 Kota di Indonesia. Masih banyak usulan pembentukan Daerah Otonom baru dalam antrian menunggu perngesahan Pemerintah dan DPR.
Semangat pemekaran daerah tercermin pada keinginan sebagian orang berkepentingan di daerah untuk memisahkan diri membentuk Pemerintah Propvinsi/Kabupaten/Kota baru dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Apakah daerah-daerah otonom baru sudah meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya?
B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis dapat membuat rumusan masalah sebagai beriku :
1.      Bagaimana proses atau syarat pemekaran wilayah?
2.      Bagaimna polemik pemekaran wilayah?
C.      Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui bagaimana proses dan syarat pemekaran wilayah?
2.      Untuk mengetahui bagaimna polemik pemekaran wilayah?




























BAB II
PEMBAHASAN


A.           Proses atau Syarat pemekaran Wilayah

Wacana pemekaran daerah biasanya diawali dengan penyebaran isu ketidak adilan, ketidak adilan pembagian wilayah pembangunan, ketidak adilan karena tokoh-tokoh pemegang kekuasaan selalu dari wilayah tertentu atau keturunan golongan tertentu, dan ketidak adilan perlakuan berbeda lainnya. Kemudian isu-isu ketidak adilan dicampur dan diperkuat dengan isu “perbedaan identitas” seperti perbedaan dialek bahasa, perbedaan sejarah, perbedaan pembagian wilayah sejak zaman Belanda, perbedaan kekayaan alam, dan perbedaan-perbedaan lainnya yang kadang dicari-cari agar “kita memang beda” lebih tegas. Hasilnya adalah opini ‘lebih baik berpisah’, dikampanyekan kepada seluruh masyarakat. Selanjutnya para trokoh-tokoh yang berkepentingan yang awalnya hanya segelintir menggalang pengikut hingga memadai untuk memulai proses pembentukan daerah otonom baru.
Modal jumlah pengikut dan semangat saja tidak cukup menggerakkan pembentukan daerah otonom baru, ketersediaan dana juga sangat menentukan, khususnya untuk pengurusan proses pemekaran di tingkat lebih tinggi, seperti di Provinsi dan Pusat. Ada pembicaraan di kedai kopi yang mengatakan, untuk mengurus pembentukan Kabupaten di Jakarta paling tidak harus punya modal uang Rp. 2 Milyard, itupun yang paling murah. Berapa biaya seluruhnya, belum ada yang pernah memperkirakannya apalagi menghitungnya. Siapakah penyandang dananya?
Penyandang dana sudah pasti orang-orang punya banyak uang diantara tokoh-tokoh yang berkepentingan seperti pengusaha daerah, kontraktor-kontraktor, pejabat dan mantan pejabat daerah, dan putra-putra daerah yang sudah berhasil diluar daerah. Tidak semua tokoh-tokoh pelopor pemekaran punya uang, kebanyakan mereka hanya bermodalkan suara lantang. Biaya sebesar 2 Milyard yang dikemukakan di kedai kopi dimuka adalah biaya taktis, biaya yang tidak dapat dipertanggung jawapkan sesuai pengelolaan keuangan negara baik oleh yang memberi maupun yang menerima, oleh sebab itu tidak mungkin dibebankan pada keuangan daerah kabupaten induk. Sebagian biaya pemekaran daerah ─ meskipun sebenarnya tidak tepat penggunaannya ─ di dibebankan pada anggaran pemerintah, contoh misalnya, para Kepala Dinas dan Anggota DPRD berbondong-bondong dan berkali-kali melakukan perjalanan dinas ke ibu kota provinsi dan Jakarta, pada surat perjalanan dinasnya untuk koordinasi teknis tentang tugas instansinya, tetapi yang mereka kerjakan mengurus pemekaran daerah.
Apakah syarat pembentukan daerah otonom baru demikian ringannya sehingga tidak dapat dibendung? Semuanya sudah ada undang-undang dan peraturannya, soal berat-ringannya itu relatif. Contoh misalnya, usulan pembentukan daerah otonom baru harus didahului study kelayakan oleh lembaga pengkajian yang memiliki kapasitas dan kapabilitas. Pada tahap pertama ini saja, penilaian akan sangat relatif tentang layak tidaknya pembentukan Kabupaten/Kota/Propinsi. Hasil pekerjaan study kelayakan bisa diatur sesuai kebutuhan pemberi pekerjaan, Tahap-tahap selanjutnya lebih pada prosedural belaka, seperti, rekomendasi Bupati/Gubernur, DPRD Kabupaten/Provinsi, Mendagri, dan pengesahan DPR, semuanya itu dapat diselesaikan dengan lobyng.
Pemekaran daerah bertolak belakang semangatnya dengan reformasi birokrasi yang bertujuan menciptakan pengelolaan negara yang profesional, efisien, dan efektif, yang hendak diwujudkan semua pihak. Banyak pihak menuntut agar dilakukan moratorium pemekaran daerah, tetapi Kabupaten/Kota baru tetap saja muncul. Ibarat sebuah perahu, ada pihak bertugas menambal lubang-lubang perahu bocor, tetapi ada pula yang lain kerjanya melubangi perahu agar tetap ada bocor, suka tidak suka itulah kita, itulah Indonesia!
UU No 24 Tahun 2004 telah mengatur ketentuan mengenai pembentukan daerah dalam Bab II tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus. Dapat dianalogikan, masalah pemekaran wilayah juga termasuk dalam ruang lingkup pembentukan daerah.
UU Nomor 32 Tahun 2004 menentukan bahwa pembentukan suatu daerah harus ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 4 ayat (1). Kemudian, ayat (2) pasal yang sama menyebutkan sebagai berikut. “Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wailayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dokumen, serta perangkat daerah.”
Legalisasi pemekaran wilayah dicantumkan dalam pasal yang sama pada ayat berikutnya (ayat (3) yang menyatakan bahwa, “Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.” Dan ayat (4) menyebutkan, “Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.”
Namun demikian, pembentukan daerah hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan (secara rinci dapat dilihat pada PP 129 tahun 2000).
Bagi provinsi, syarat administratif yang wajib dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi induk dan gubernur, serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri. Sedangkan untuk kabupaten/kota, syarat administratif yang juga harus dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan gubernur, serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri.

Selanjutnya, syarat teknis dari pembentukan daerah baru harus meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor-faktor seperti: (a) Kemampuan ekonomi; (b) Potensi daerah; (c) Sosial budaya; (d) Sosial politik; (e) Kependudukan; (f) Luas daerah; (g) Pertahanan; (h) Keamanan; dan (i) Faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
Terakhir, syarat fisik yang dimaksud syarat ini harus meliputi paling sedikit lima kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit lima kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan empat kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.
B.            Polemik Pemekaran Wilayah
Pemerintah mulai jengah dengan penyampaian aspirasi pembentukan daerah otonom baru, yang dilakukan dengan cara menggelar aksi demonstrasi ke Jakarta.  Aksi biasanya untuk menekan pemerintah dan DPR agar mengabulkan aspirasi pemekaran, meski misalnya belum ada persetujuan dari pemda induk atau pun DPRD-nya.

Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, aksi unjuk rasa di Jakarta tidak perlu terjadi jika DPRD daerah setempat menjalankan perannya secara optimal. Gamawan meminta DPRD melakukan rapat dengar pendapat dengan seluruh komponen masyarakat, guna menghindari polemik terhadap aspirasi pemekaran.

Dari rapat itu, DPRD sebagai representasi masyarakat bisa mengambil keputusan, merekomendasikan atau tidak aspirasi pemekaran itu. Sikap DPRD ini yang akan menjadi acuan pusat dalam merespon desakan pemekaran.
"Selama ini yang muncul demo-demo, minta pemekaran. Kita minta sebelum ke Jakarta, gelar dulu rapat dengar pendapat dengan kalangan masyarakat. Tokoh adat, kampus, pemuda, dan seluruhnya. Dewan yang bijaksana mestinya melakukan itu," ujar Gamawan Fauzi di kantornya, kemarin (31/5).
Pernyataan Gamawan menanggapi usulan pengamat politik Ramlan Surbakti, yang mengusulkan agar masyarakat dilibatkan dalam pengusulan pembentukan daerah pemekaran baru, dengan melakukan jajak pendapat atau referendum.  Cara ini bisa untuk mengetahui apakah pemekaran semata karena ada kepentingan segelintir elit, atau memang keinginan masyarakat luas.
Gamawan tidak setuju usulan itu. "Referendum itu mahal," cetusnya. Gamawan lebih setuju jika dioptimalkan rapat dengar pendapat dengan masyarakat di DPRD. Jika DPRD serius melakukan rapat dengar pendapat, tidak hanya formalitas, maka masyarakat tidak akan sampai menggelar aksi demo di Jakarta.



























BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Pemekaran Daerah dapat dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
a. kemampuan ekonomi;
b. potensi daerah;
c. sosial budaya;
d. sosial politik;
e. jumlah penduduk;
f. luas daerah;
g. pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah.
1)Adanya kehendak masyarakat utk dilakukan pemekaran
2) Jangkauan wilayah yg terlalu luas dan pelayan publik yg tidak maksimal
3) Pemanfaatan potensi ekonomi secara maksimal utk menciptakan pemerataan kesejahteraan

Masyarakat dilibatkan dalam pengusulan pembentukan daerah pemekaran baru, dengan melakukan jajak pendapat atau referendum.  Cara ini bisa untuk mengetahui apakah pemekaran semata karena ada kepentingan segelintir elit, atau memang keinginan masyarakat luas dan dioptimalkan rapat dengar pendapat dengan masyarakat di DPRD. Jika DPRD serius melakukan rapat dengar pendapat, tidak hanya formalitas, maka masyarakat tidak akan sampai menggelar aksi demo di Jakarta.










DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar