Sabtu, 09 Agustus 2014

Gender



Nama              :Abusani
Nim                 :
Jurusan          : Ilmu Administrasi Negara
1. Teori ilmiah dan ideologi
Gender adalah pembagian peran kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas sesuai norma-norma, adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan masyarakat. Misal:
  • Perempuan melakukan pekerjaan rumah tangga, sedang laki-laki dianggap tidak pantas
  • Tugas utama laki-laki mengelola kebun, tugas perempuan ‘hanya membantu’
  • Kegiatan PKK dan program kesehatan keluarga, lebih pantas oleh perempuan.
Gender memiliki perbedaan-perbedaan bentuk antara satu masyarakat dengan masyarakat lain karena norma-norma, adat istiadat, kepercayaan, dan kebiasaan masyarakat yang berbeda. Misalnya:
  • Menjadi tukang batu dianggap tidak pantas dilakukan oleh perempuan, tetapi di Bali perempuan biasa menjadi tukang batu, tukang cat
  • Di kebanyakan masyarakat petani, bekerja kebun adalah tugas laki-laki; sedangkan di sejumlah masyarakat Papua, kerja kebun merupakan tugas utama perempuan, karena berburu adalah tugas utama laki-laki.
2. Fisik atau jenis kelamin
Jenis Kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki dan perempuan yang menentukan perbedaan peran mereka dalam menyelenggarakan upaya meneruskan garis keturunan. Perbedaan ini terjadi karena mereka memiliki alat-alat untuk meneruskan keturunan yang berbeda, yang disebut alat reproduksi. Alat reproduksi laki-laki dan perempuan hanya dapat berfungsi kalau dipadukan. Artinya alat reproduksi perempuan tidak bisa bekerja sendiri. Alat reproduksi laki-laki juga tidak bisa bekerja sendiri.
  • Alat reproduksi perempuan, yaitu: vagina, kandung telur, rahim, beserta fungsi hormon yang antara lain membantu mengeluarkan air susu ibu (ASI)
  • Alat reproduksi laki-laki yaitu penis, zakar, sperma, dan fungsi-fungsi hormon laki-laki yang melengkapi.
3. Psikologi
Otak pria dan wanita sangat berbeda baik secara anatomi, kimiawi, hormonal, dan psikologis. Perbedaan-perbedaan itu menyebabkan perbedaan cara berpikir, merasa, dan berperilaku secara fundamental.
4. Komunikasi
Sementara percakapan para pria biasanya cenderung berfokus pada fakta-fakta, percakapan wanita cenderung menekankan pada perasaan di balik fakta-fakta. Para pria mengatasi masalah paling baik dengan memikirkan satu masalah pada satu waktu, biasanya dengan berpikir sendiri. Namun wanita secara umum perlu membicarakan masalah mereka dengan orang lain untuk memproses pikiran mereka. Pria mendekati suatu situasi dengan keinginan kuat untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan, sementara wanita kadang hanya ingin membicarakan bagaimana perasaan mereka tentang situasi yang sama.
Pria cenderung berbicara secara langsung dan menggunakan kata-kata literal atau harafiah, dan wanita cenderung berbicara secara tidak langsung. Jadi para istri, berikan suami anda waktu dan ruang yang dia butuhkan untuk memikirkan beberapa isu sendiri, lalu bekerjasamalah dengannya untuk menemukan solusi yang bisa dilakukan oleh anda berdua, dan berbicaralah dengannya secara langsung dengan cara yang bisa dia mengerti secara jelas. Para suami, dengarkanlah istri anda ketika mereka membagi pemikiran dan perasaan mereka tentang hal-hal yang anda hadapi, dan tanyakanlah beberapa pertanyaan untuk mengklarifikasi makna dari apa yang mereka katakan.
5. Ekonomi
Pengaruh karakter individu kaum perempuan tersebut, juga dilihat oleh Peggy Reeve ada kaitannya pada gejala sosial masyarakatnya. Bahwasanya peranan sosial antar perbedaan gender menunjukan adanya pengaruh struktur budaya Matriarkhi, biar pun mayoritas penduduknya beragama Islam.
Masalahnya, warga dunia masih hidup dalam masyarakat kapitalisme, yang menghalalkan pada peranan sosial, yang bersandar pada perbedaan antar kelas penguasa dan kelas yang dikuasainya. Persoalan gender yang bermakna pada sifat atau ciri peran tertentu, dikonstruksi secara sosial, budaya, agama, politis, ekonomis dalam waktu dan konteks tertentu untuk kepentingan tertentu.
Jadi, struktur pandangan umum tersebut buat kita semua bukan merupakan rahasia umum lagi. Bahwasanya pengaruh karakter individu yang mengacu pada prinsip neo-liberal tersebut, tidak lah lepas dari sistim sosial masyarakat kapitalisme, yang bersandar pada struktur sosial-budaya masyarakat Patriarkhi, nyatanya dalam kehidupan kesehariannya kaum perempuan selalu berhadapan pada persoalan kasus-kasus yang diskriminatip dan ketidak-adilan.
Dengan begitu, sang perempuan atau sang lelaki yang memiliki fungsi strategis sejajar di dunia finansial, yang hidup dalam struktur pengertian sosial masyarakat Matriarkhi, akan pula dihadapi kasus persoalan yang sama, yaitu peranan dominan atas kepentingan kekuasaan golongan tertentu demi kelanggengan sistim ekonomi kapitalisme.
6. Pendidikan
Deklarasi dunia hak-hak asasi manusia menyatakan bahwa pendidikan adalah hak setiap orang. Setiaporang harus mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan, tanpa membedakankeadaan status sosial ekonomi dan jenis kelamin. Namun dalam kenyataannya di bidang pendidikan,kesenjangan gender masih merupakan gejala yang perlu mendapat perhatian serius.
Perempuan cenderung memperoleh kesempatan pendidikan yang lebih kecil dibandingkan dengan laki- laki. Kemudian, semakin tinggi jenjang pendidikan semakin lebar kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh pendidikan. Sementara keseimbangan gender ini sudah mulai mendekati kestabilan di negara-negara maju. Perbedaan gender ini masih menjadi suatu masalah khusus di negara- negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia.

Walaupun negara kita telah mengikuti konferensi internasional seperti Kopenhagen yang menyoroti tentang pembangunan sosial, Kairo tentang kependudukan, Beijing dan New York tentang perempuan,delegasi Indonesia menyatakan bahwa pengaruh utama gender adalah proses yang dapat meraih kesetaraan dan keadilan gender. Namun pada kenyataannya, penerapan kesetaraan gender tidak mudah diterapkan di Indonesia karena berbagai hal. Salah satunya adalah faktor sosial budaya.
7. Stereatip
Secara historis streotip perempuan dapat dilihat dari tiga aspek: biologis, psikologis, dan mitologis. Secara biologis (fisik), perempuan lebih lemah daripada laki-laki, secara psikologis perempuan merupakan sosok yang lebih dikendalikan oleh emosi dalam bertindak, suka dilindungi, tidak menyukai tantangan, dan serba lembut, sedang secara mitologis yang bersumber dari ajaran agama dan mite-mite tertentu, hampir selalu menempatkan perempuan merupakan subordinasi laki-laki. Secara kultural, budaya Jawa berpandangan bahwa tugas seorang perempuan adalah macak ‘berhias’, masak ‘memasak’, dan manak ‘melahirkan’dengan wilayah operasi dapur, sumur, dan kasur. Dalam pandangan hidup orang jawa, juga dikenal tiga kesetiaan seorang perempuan, yakni ketika kecil harus patuh kepada orang tua, ketika dewasa harus patuh kepada suami, dan ketika tua harus patuh kepada anak-anaknya. Sedangkan secara sosial, nilai-nilai di atas dilembagakan dalam semua aspek kehidupan: hukum, politik, dan pranata sosial. Berbagai faktor itulah yang akhirnya membentuk stereotip perempuan. BI yang merupakan sarana untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan sikap, akan mencerminkan stereotip perempuan tersebut.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar