Sabtu, 09 Agustus 2014

PANDUAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) LINGKUP DEPARTEMEN KEHUTANAN



PANDUAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) LINGKUP DEPARTEMEN KEHUTANAN

  1. Latar Belakang
Sesuai dengan amanat GBHN 1999-2004 dan UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-2004, dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender perlu dikembangkan kebijakan nasional yang responsif gender. Salah satu strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah strategi pengarusutamaan gender dalam pembangunan.
Sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 82/Kpts-II/2003 tentang Penetapan Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender (PUG) Departemen Kehutanan sebagai penggerak pelaksanaan pengarusutamaan gender Departemen Kehutanan, di dalam melaksanakan pengarusutamaan gender sesuai mekanismenya dibantu oleh kelompok kerja PUG masing-masing Eselon I, sesuai dengan tugas pokok masing-masing Eselon I.  Diharapkan pelaksanaan pengarusutamaan gender dapat berjalan secara sinergi sehingga program kegiatan pembangunan kehutanan dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi pembangunan nasional.
Untuk memenuhi kebutuhan dukungan agar pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam pembangunan kehutanan dapat berjalan efektif dan efisien, diperlukan panduan pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam pembangunan kehutanan. Dengan adanya panduan pelaksanaan diharapkan setiap kelompok kerja pengarusutamaan gender masing-masing Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan dapat menyamakan persepsi tentang tugas, fungsi dan wewenang sebagai penggerak terlaksananya mekanisme pengembangan PUG dalam kebijakan pembangunan  kehutanan.
  1. Maksud dan Tujuan
    1. Maksud
Maksud diterbitkannya Panduan Pelaksanaan Pengarusutamaan gender Lingkup Departemen Kehutanan adalah sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender lingkup Departemen Kehutanan.
    1. Tujuan
Tujuan disusunnya buku panduan pelaksanaan pengarusutamaan gender ini agar tercapai persamaan persepsi diantara anggota Kelompok Kerja PUG Departemen Kehutanan serta Kelompok Kerja masing-masing Eselon I terhadap pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional  sehingga terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender dalam pembangunan kehutanan.
  1. Pengertian
    1. Pengarusutamaan Gender (PUG)
Pengarusutamaan Gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional.
    1. Gender
Gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat.
    1. Kesetaraan Gender
Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.
    1. Keadilan Gender
Keadilan Gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan.
    1. Analisa Gender
Analisa Gender adalah proses yang dibangun secara sistematis untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses dan kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang didalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa.
    1. Tujuan PUG
Tujuan PUG adalah terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
    1. Ruang Lingkup PUG Kehutanan
Ruang lingkup pengarusutamaan gender sektor kehutanan meliputi seluruh perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan bidang kehutanan pada masing-masing Eselon I.
    1. Data Terpilah
Data Terpilah adalah nilai dari variabel-variabel yang sudah terpilah antara laki-laki dan perempuan berdasarkan topik bahasan/hal-hal yang menjadi perhatian.
    1. Data Kuantitatif
Data Kuantitatif adalah nilai variabel yang terukur.
    1. Data Kualitatif
Data Kualitatif adalah nilai variabel yang tidak terukur dan sering disebut atribut.
    1. Responsif Gender
Responsif Gender adalah kebijakan/program/kegiatan yang sudah memperhitungkan laki-laki dan perempuan.
    1. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, melalui pemilihan alternatif tindakan yang rasional.
    1. Perencanaan Kebijakan
Perencanaan Kebijakan adalah perencanaan yang dilakukan oleh   pemerintah, dan lembaga negara secara menyeluruh untuk menyusun kebijakan jangka menengah (setiap lima tahun), atau jangka pendek (setiap tahun) yang dibutuhkan bagi penyelenggaraan pemerintahan nasional dan pemerintahan daerah (propinsi, kabupaten/kota) berdasarkan atau mengacu pada GBHN.
    1. Perencanaan Program
Perencanaan Program adalah perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga negara secara menyeluruh untuk menyusun rencana kegiatan jangka menengah dan jangka pendek (setiap tahun), yang dibutuhkan bagi penyelenggaraan pemerintahan nasional dan pemerintahan daerah (propinsi, kabupaten/kota), berdasarkan atau mengacu pada kebijakan yang telah ditetapkan.
    1. Perencanaan Kegiatan
Perencanaan Kegiatan adalah perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga negara secara menyeluruh untuk menyusun rencana kegiatan jangka menengah dan jangka pendek (setiap tahun), yang dibutuhkan bagi penyelenggaraan pemerintahan nasional dan pemerintahan daerah (propinsi, kabupaten/kota), berdasarkan atau mengacu pada program yang telah ditetapkan.
    1. Akses
Akses adalah peluang atau kesempatan dalam memperoleh atau   menggunakan sumber daya tertentu.
    1. Peran
Peran adalah keikutsertaan atau partisipasi seseorang/kelompok dalam suatu kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan
    1. Kontrol
Kontrol adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan.
    1. Manfaat
Manfaat adalah kegunaan sumber yang dapat dinikmati secara optimal.
    1. Netral Gender
Netral Gender adalah kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang  tidak memihak pada salah satu jenis kelamin.
    1. Indikator
Indikator adalah alat ukur berupa statistik yang dapat menunjukan perbandingan, kecenderungan atau perkembangan.
  1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Panduan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Lingkup Departemen Kehutanan meliputi lima pokok bahasan yang terdiri dari pendahuluan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta penutup.
Sasaran pengarusutamaan gender ditujukan bagi terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan kehutanan yang berspektif gender.
PERENCANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER
DALAM PEMBANGUNAN KEHUTANAN

  1. Visi,Misi, Strategi dan Kebijakan Pemberdayaan Perempuan
Sesuai dengan GBHN (1999-2004) arahan tentang kedudukan dan peran perempuan yaitu :
    1. Meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender.
    2. Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan kaum perempuan dalam melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Pemerintah bersama masyarakat dan swasta ditugaskan membentuk mekanisme untuk mempercepat perwujudan keadilan dan kesetaraan gender, dalam berbagai aspek dan kehidupan publik di semua tingkatan.
Visi Pemberdayaan perempuan yaitu : Keadilan dan Kesetaraan Gender di Segala Kehidupan Berkeluarga, Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara.
Untuk mewujudkan Visi dimaksud, dengan melaksanakan Misi Pemberdayaan Perempuan yaitu :
    1. Meningkatkan kualitas perempuan dalam berbagai bidang pendidikan dan pelatihan terpadu yang terdiri atas pendidikan spiritual, intelektual dan praktikal : Kesehatan Keluarga Berencana; Ekonomi dan Ketenagakerjaan; Politik dan Hukum; Sumberdaya Pembangunan dan Informasi; Kesejahteraan Sosial dan Agama; Sosialisasi Kesetaraan dan Keadilan Gender.
    2. Penghapusan segala bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan yang dilandasi dengan “Zero Tolerance Policy”.
    3. Penghormatan terhadap martabat dan Hak Asasi Manusia bagi Perempuan serta penghargaan dan perlindungan terhadap fungsi reproduksi perempuan.
    4. Kesejahteraan dan Perlindungan Anak; Pemantapan mekanisme nasional pemberdayaan perempuan melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi lembaga pemerintah di Pusat dan di Daerah.
Strategi pembangunan yang digunakan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dengan melakukan Pengarusutamaan Gender (PUG) melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program, proyek dan kegiatan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Dalam menyukseskan visi, misi dan strategi pemberdayaan perempuan ada beberapa kebijakan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan yang ditetapkan yaitu : Kebijakan satu pintu (One door policy) dalam pengarusutamaan Gender; Peningkatan kualitas SDM Perempuan; Pembaharuan hukum dan peraturan perundang-undangan; Kebijakan dalam penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan; Peningkatan Martabat dan Hak Asasi Manusia bagi Perempuan; Peningkatan kualitas peran dan kemandirian dan organisasi perempuan; Peningkatan peran serta masyarakat; Perluasan jangkauan pemberdayaan perempuan; Peningkatan penerapan komitmen Internasional.
  1. Metodologi dan Analisis Perencanaan
Metode didalam teknik analisis gender ada beberapa model yang telah dikembangkan oleh beberapa ahli yaitu antara lain :
a)    Model Harvard dikembangkan oleh Harvard Institute for International Development bekerja sama dengan Kantor Women in Development (WID)-USAID.  Model Harvard didasarkan pada pendekatan efisiensi WID yang merupakan kerangka analisis gender dan perencanaan gender paling awal. Model analisis Harvard lebih sesuai digunakan untuk perencanaan proyek, menyimpulkan data basis atau data dasar.
b)    Model Moser didasarkan pada pendapat bahwa perencanaan gender bersifat ‘teknis dan politis’, kerangka ini mengasumsikan adanya konflik dalam perencanaan dan proses transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu ‘debat’. Terdapat kelemahan dalam model ini  yang tidak memperhitungkan kebutuhan strategis laki-laki.
c)     Model SWOT dengan analisis manajemen dengan cara mengidentifikasi secara ‘internal’ mengenai kekuatan dan kelemahan dan secara ‘eksternal’ mengenai peluang dan ancaman.
d)    Model PROBA (Problem Base Approach) yang dikembangkan atas kerjasama Kementrian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN dan UNFPA di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota, teknik ini sedikit berbeda dengan Gender Analysis Pathway.
e)    Model GAP (Gender Analysis Pathway), metode GAP adalah alat analisis gender yang dikembangkan oleh BAPPENAS yang dapat digunakan untuk membantu para perencana dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan, program, proyek dan atau kegiatan pembangunan.
Dari beberapa model teknik analisis yang telah dikembangkan tersebut di atas disarankan untuk menggunakan teknik analisis gender dengan metode Gender Analysis Pathway (GAP)
Dengan menggunakan GAP para perencana kebijakan program, proyek kegiatan dapat mengidentifikasi kesenjangan gender dan permasalahan gender sekaligus menyusun rencana kebijakan/program/proyek/kegiatan yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut.
GAP dibuat dengan menggunakan metodologi sederhana dengan 8 (delapan) langkah yang harus dilakukan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu Tahap I Analisis Kebijakan Responsif Gender; Tahap II Formulasi Kebijakan yang responsif Gender; Tahap III Rencana Aksi yang Responsif Gender.
Analisis kebijakan responsif gender bertujuan untuk menganalisis kebijakan pembangunan kehutanan yang ada dengan menggunakan data pembuka wawasan yang dipilah menurut jenis kelamin (lelaki dan perempuan) dan data gender digunakan untuk mengidentifikasi adanya kesenjangan gender (gender gap) dan permasalahan gender (gender issues).
Analisis kebijakan responsif gender dilakukan melalui tiga tahap yaitu, tahap yang pertama diperlukan karena secara umum kebijakan, program, proyek dan kegiatan pembangunan selama ini masih netral gender (didasarkan pada asumsi bahwa pembangunan memberikan manfaat dan berdampak sama kepada perempuan dan laki-laki), tahap kedua yang merupakan formulasi kebijakan responsif gender, dan tahap ketiga penyusunan rencana aksi responsif gender.
                     I.        Langkah-langkah pada tahap pertama :
a)    Mengidentifikasi tujuan dan sasaran kebijakan/program/proyek/kegiatan pembangunan kehutanan yang ada dari masing-masing Eselon I sesuai tugas pokok dan fungsi. Apakah kebijakan/program/proyek/ kegiatan pembangunan telah dirumuskan dan ditetapkan untuk mewujudkan kesetaraan gender.
b)    Menyajikan data kuantitatif dan atau kualitatif yang terpilah menurut jenis kelamin sebagai data pembuka wawasan. Apakah data yang ada mengungkapkan kesenjangan atau perbedaan yang cukup berarti antara perempuan dan laki-laki.
c)    Menganalisis sumber dan atau faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender (gender gap); (a). akses yang sama terhadap sumber-sumber daya pembangunan sektor kehutanan; (b). kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan kehutanan; (c). partisipasi perempuan dan laki-laki dalam berbagai tahapan pembangunan kehutanan termasuk dalam proses pengambilan keputusan; (d). manfaat yang sama dari hasil pembangunan kehutanan atau sumber daya pembangunan kehutanan yang ada.
d)    Mengidentifikasi masalah-masalah gender (gender issues) berdasarkan keempat faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender dengan menjawab 5 W dan 1 HApa masalah-masalah gender yang diungkapkan oleh faktor-faktor kesenjangan gender; dimana terjadinya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat publik; mengapa terjadi kesenjangan tersebut; apakah kebijakan/program/proyek/kegiatan pembangunan sektor kehutanan yang ada justru memperlebar kesenjangan, mempersempit kesenjangan atau tetap, dan apakah akar permasalahan.
                    II.        Langkah-langkah pada tahap kedua :
a)    Merumuskan kembali kebijakan/program/proyek/kegiatan pembangunan kehutanan yang reponsif gender.  Dengan mempertimbangkan hasil  proses analisis gender yang dilakukan pada langkah 1 sampai 4 tahap pertama, sehingga menghasilkan kebijakan/program/proyek/kegiatan pembangunan yang responsif gender.
b)   Mengidentifikasi indikator gender (gender indicator) dari setiap kebijakan/program/proyek/ kegiatan pembangunan sektor kehutanan dari langkah 5. 
                   III.        Langkah-langkah pada tahap ketiga : 
a)    Menyusun Rencana Aksi; yang didasarkan pada  kebijakan/program/ proyek/kegiatan pembangunan kehutanan yang responsif gender dengan tujuan untuk mengurangi/menghilangkan  kesenjangan antara perempuan dan laki-laki.  Seluruh rencana aksi yang disusun sesuai dengan tujuan kebijakan yang telah responsif gender yang telah diidentifikasi dalam langkah 5.
b)    Mengidentifikasi sasaran secara (kuantitatif dan atau kualitatif) bagi setiap rencana aksi butir ketujuh.  Hasil identifikasi memastikan bahwa dengan rencana aksi tersebut mengurangi  dan atau menghapus kesenjangan gender.
                Program Perencanaan Responsif Gender
Perencanaan responsif gender adalah perencanaan yang dilakukan dengan memasukan perbedaan-perbedaan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam proses penyusunannya.
Dalam rangka menyelenggarakan perencanaan yang responsif gender perlu dilakukan analisis gender pada semua kebijakan, program, proyek dan kegiatan pembangunan bidang kehutanan.
                Kegiatan Pelaksanaan Responsif Gender
Perencanaan kebijakan, program, proyek dan kegiatan pembangunan yang responsif gender harus dilakukan oleh seluruh perencana.  Dalam upaya mempercepat dan mendorong pelaksanaan perencanaan yang responsif gender maka diperlukan suatu penggerak melalui kelompok kerja pengarusutamaan gender yang memfasilitasi tenaga perencana melakukan pengarusutamaan gender.
Kelompok-kelompok kerja pengarusutamaan gender yang telah dibentuk di masing-masing eselon I secara terkoordinasi dan bersinergi melakukan pengarusutamaan gender dalam pelaksanaan pembangunan sektor kehutanan.
PELAKSANAAN ALUR KERJA ANALISIS GENDER DALAM PEMBANGUNAN KEHUTANAN

  1. Persiapan Pelaksanaan
Perencanaan kebijakan, program, proyek dan kegiatan pembangunan yang responsif gender harus dilakukan oleh seluruh perencana.  Dalam upaya mempercepat dan mendorong pelaksanaan perencanaan yang responsif gender maka diperlukan suatu penggerak melalui kelompok kerja pengarusutamaan gender yang memfasilitasi tenaga perencana melakukan pengarusutamaan gender.
Kelompok-kelompok kerja pengarusutamaan gender yang telah dibentuk di masing-masing eselon I secara terkoordinasi dan bersinergi melakukan pengarusutamaan gender dalam pelaksanaan pembangunan bidang kehutanan memberikan input kepada para perencana.
Pengarusutamaan gender dalam pembangunan kehutanan dimulai dengan melakukan persiapan pelaksanaan pengarusutamaan gender melalui :
    1. Melakukan analisa gender  :
      1. Menetapkan tujuan analisa gender untuk mengidentifikasi dan memahami sebab-sebab terjadinya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dan  pemecahan permasalahannya.
      2. Mengidentifikasi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh manfaat dari kebijakan dan program pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan;
      3. Mengidentifikasi dan memahami sebab-sebab terjadinya ketidak­setaraan dan ketidakadilan gender dan menghimpun faktor-faktor penyebabnya:
      4. Menyusun langkah-langkah yang diperlukan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender:
      5. Menetapkan indikator gender untuk mengukur capaian dan upaya-upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
      6. Pemecahan permasalahan yang dihasilkan dalam analisa gender diwujudkan dan diintegrasikan dalam perencanaan kebijakan dan proses pembangunan sektor kehutanan
    2. Melakukan upaya Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) tentang pengarus­utamaan gender pada instansi dan lembaga pemerintah, untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan instansi dan lembaga pemerintah.
  1. Program Aksi
Dalam era otonomi daerah saat ini pengelolaan kehutanan bertujuan untuk perbaikan ekonomi nasional secara lestari dan jangka panjang, untuk itu kebijakan yang ditempuh dalam kurun waktu 10 sampai dengan 20 tahun mendatang difokuskan pada upaya penyelamatan sumber daya hutan.
Untuk melaksanakan kebijakan tersebut Departemen Kehutanan telah menetapkan lima kebijakan prioritas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 7501/Kpts-II/2002 yang harus menjadi landasan utama bagi penyusunan program dan rencana pelaksanaan kegiatan :
    1. Pemberantasan penebangan liar
Kebijakan ini dimaksudkan untuk menyelamatkan sumber daya hutan. Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya membangun persepsi yang sama dari seluruh pemangku kepentingan pada setiap tingkatan, bahwa illegal logging dan peredaran kayu ilegal telah menyebabkan permasalahan multidimensional. Dengan demikian diharapkan kesepahaman dan partisipasi aktif dari para pihak.
Strategi yang diterapkan antara lain :
a)     Penerapan prinsip social forestry pada wilayah rawan penebangan liar.
b)     Tegaknya law enforcement bidang kehutanan serta peningkatan upaya penegakan hukumnya.
c)      Pengembangan kelembagaan pengamanan hutan.
    1. Penanggulangan kebakaran hutan,
Kebijakan ini untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan serta melindungi masyarakat dari berbagai dampak yang ditimbulkan. Strategi yang diterapkan antara lain:
a)     Penerapan prinsip social forestry pada wilayah rawan kebakaran hutan.
b)     Tegaknya law enforcement bidang kehutanan.
    1. Restrukturisasi sektor kehutanan,
Kebijakan ini dimaksudkan agar hutan dapat dikelola secara lestari dan memberi manfaat ekonomi, sosial dan ekologi. Disamping itu juga dapat menciptakan industri kehutanan yang tangguh, tidak rentan terhadap perubahan serta terwujudnya industi kayu yang efesien dan ramah lingkungan. Strategi yang diterapkan antara lain :
a)     Paradigma pembangunan kehutanan dimasa yang akan datang adalah resources based management.
b)     Penerapan soft landing untuk memberi kesempatan hutan memperbaiki kondisinya.
c)      Restrukturisasi industri kehutanan.
d)     Penyeimbangan supply–demand kayu untuk memperolah kelestarian hasil.
e)     Peningkatan pemanfaatan hasil hutan non kayu.
f)      Peningkatan pemanfaatan ekowisata, jasa lingkungan dll.
g)     Pendekatan social forestry.
    1. Rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan,
Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara hutan yang masih utuh dan mempercepat pulihnya hutan dan lahan kritis sehingga dapat berfungsi kembali secara optimal. Strategi yang diterapkan antara lain :
a)     Pembangunan kehutanan di era mendatang mengacu konsep rehabilitasi dan konservasi.
b)     Pengembangan kolaborasi manajemen pada pengelolaan Taman Nasional.
c)      Pembangunan dan peningkatan upaya rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi sumberdaya hutan
d)     Pendekatan kebijakan social forestry pada upaya rehabilitasi dan konservasi.
    1. Desentralisasi sektor kehutanan,
Kebijakan ini dimaksud untuk menciptakan kesepahaman mengenai desentralisasi bidang kehutanan dalam pelaksanaan pengelolaan hutan lestari melalui penyelenggaraan otonomi daerah. Desentralisasi bidang kehutanan dilaksanakan secara selektif dan bertahap, agar proses pelimpahan kewenangan dapat langsung diikuti dengan pelimpahan tanggung jawab dan tanggung gugat. Strategi yang diterapkan antara lain :
a)     Meningkatkan transparansi kebijakan melalui keterlibatan stakeholder dalam proses pengambilan keputusan.
b)     Memfasilitasi proses desentralisasi dalam pengelolaan hutan yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat.
Dengan adanya kebijakan tersebut maka sebagai titik tolak untuk melakukan analisis gender pada sektor kehutanan saat ini, dapat dilakukan terhadap lima kebijakan prioritas Departemen Kehutanan melalui pendekatan organisasi.  Artinya masing-masing Eselon I sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya mempunyai tanggung jawab melaksanakan analisis gender terhadap lima kebijakan Departemen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar