KESAMAAN HAK MENDAPATKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF
GENDER SEBAGAI PENUNJANG PEMBANGUNAN SUMBER
DAYA MANUSIA
GENDER SEBAGAI PENUNJANG PEMBANGUNAN SUMBER
DAYA MANUSIA
Oleh :
ABUSANI
Email: sanie.kangean27@gmail.com
Program Studi Ilmu
Administrasi Negara
Administrasi Negara
Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang
ABSTRAKSI
Bahwa manusia dianugrahi oleh Tuhan Yang Maha
Esa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya untuk membedakan antara yang
buruk dan yang baik yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku
dalam menjalani kehidupannya. Pembaharuan sistem pendidikan juga meliputi penghapusan
diskriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah dan pendidikan yang
dikelola masyarakat, serta pembedaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan
umum. Diakui atau tidak, selama ini kecenderungan masyarakat menempatkan laki-laki
di dunia publik dan perempuam di dunia domestik terjadi hampir pada setiap
peradaban manusia.
Esa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya untuk membedakan antara yang
buruk dan yang baik yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku
dalam menjalani kehidupannya. Pembaharuan sistem pendidikan juga meliputi penghapusan
diskriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah dan pendidikan yang
dikelola masyarakat, serta pembedaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan
umum. Diakui atau tidak, selama ini kecenderungan masyarakat menempatkan laki-laki
di dunia publik dan perempuam di dunia domestik terjadi hampir pada setiap
peradaban manusia.
Di Pondok Pesantren Al-Qur’an Nurul Huda Singosari
terdapat adanya pemberian pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang bisa menunjang terhadap pembangunan daerah. Serangkaian
pendekatan yang digunakan yaitu dengan deskriptif kualitatif. Pengambilan
informan dengan teknik sampling (snowball sampling) dengan mengambil manusia
sebagai informan, dokumentasi, obervasi, sedangkan analisis data yang digunakan
adalah analisis data model interaktif yang dikembangkan oleh Miles and
Hubberman (1992:19) yang terdiri dari pengumpulan data, redusi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan.
terdapat adanya pemberian pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang bisa menunjang terhadap pembangunan daerah. Serangkaian
pendekatan yang digunakan yaitu dengan deskriptif kualitatif. Pengambilan
informan dengan teknik sampling (snowball sampling) dengan mengambil manusia
sebagai informan, dokumentasi, obervasi, sedangkan analisis data yang digunakan
adalah analisis data model interaktif yang dikembangkan oleh Miles and
Hubberman (1992:19) yang terdiri dari pengumpulan data, redusi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan.
Penelitian ini akhirnya dapat
mengungkapkan bebrapa hal sebagai berikut : (1) Landasan di Pondok
Pesantren Al-Qur’an Nurul Huda Singosari
berpedoman pada salah satu hadist dan ayat Al-Quran serta visi misi pondok
pesantren. (2) Perlakuan kesamaan hak di Pondok Pesantren Al-Qur’an Nurul Huda Singosari masih belum
sama dikarenakan santri putra lebih diprioritaskan. (3) Faktor penghambat
kesamaan hak mendapatkan pendidikan di pondok pesantren Al-Qur’an Nurul Huda
Singosari ialah kurangnya dukungan sarana media informasi dari pimpinan pondok
pesantren, fasilitas olahraga lebih banyak disediakan untuk santri putra,
pengajaran yang tidak sama antara santri putra dan santri putri dan pembatasan
pergaulan dengan lingkungan sekitar.
mengungkapkan bebrapa hal sebagai berikut : (1) Landasan di Pondok
Pesantren Al-Qur’an Nurul Huda Singosari
berpedoman pada salah satu hadist dan ayat Al-Quran serta visi misi pondok
pesantren. (2) Perlakuan kesamaan hak di Pondok Pesantren Al-Qur’an Nurul Huda Singosari masih belum
sama dikarenakan santri putra lebih diprioritaskan. (3) Faktor penghambat
kesamaan hak mendapatkan pendidikan di pondok pesantren Al-Qur’an Nurul Huda
Singosari ialah kurangnya dukungan sarana media informasi dari pimpinan pondok
pesantren, fasilitas olahraga lebih banyak disediakan untuk santri putra,
pengajaran yang tidak sama antara santri putra dan santri putri dan pembatasan
pergaulan dengan lingkungan sekitar.
Kata
Kunci :
Pendidikan, Pembangunan
Kunci :
Pendidikan, Pembangunan
SIMILARITY TO GET EDUCATION RIGHTS AS A
GENDER PERSPECTIVE IN SUPPORTING THE
DEVELOPMENT OF HUMAN RESOURCES
GENDER PERSPECTIVE IN SUPPORTING THE
DEVELOPMENT OF HUMAN RESOURCES
Abstrack
That
man was granted by the Almighty God of reason and conscience that gave him to
distinguish between the bad and good that will guide and direct attitudes and
behavior in living his life. The renewal of systems also include the deletion
of discrimination between government education and the education that guided by
society , as well as the differentiation between religious and general
education. Recognized or not, as long as the tendency of society to put men in
the public and women in the domestic, it occur in almost every human
civilization.
man was granted by the Almighty God of reason and conscience that gave him to
distinguish between the bad and good that will guide and direct attitudes and
behavior in living his life. The renewal of systems also include the deletion
of discrimination between government education and the education that guided by
society , as well as the differentiation between religious and general
education. Recognized or not, as long as the tendency of society to put men in
the public and women in the domestic, it occur in almost every human
civilization.
in
Boarding School
Al-Quran Nurul Huda
Singosari there any
provision of education in order to improve the welfare of the community that could support
the regional development. A series of approaches are
used the qualitative
and descriptive. Decision informant sampling technique
(snowball sampling) by taking a human as informants,
documentation, observation, while the analysis of data
is used an interactive model that
it developed by Miles and Hubberman (1992: 19)
which consists of data collection, redusi data, presenting the data, and drawing conclusions.
Boarding School
Al-Quran Nurul Huda
Singosari there any
provision of education in order to improve the welfare of the community that could support
the regional development. A series of approaches are
used the qualitative
and descriptive. Decision informant sampling technique
(snowball sampling) by taking a human as informants,
documentation, observation, while the analysis of data
is used an interactive model that
it developed by Miles and Hubberman (1992: 19)
which consists of data collection, redusi data, presenting the data, and drawing conclusions.
Finally this
research is able to reveal somethings
from there: (1) The platform at Bourding school of Al-Quran Nurul Huda
Singosari guided one of the hadiths and
Al-quran verses as well as the vision and mission of boarding school. (2) The
treatment of equal rights in Al-Quran Nurul Huda Bourding school Singosari is
not the same yet because the students were prioritized son. (3) inhibiting
factor equal rights to education in boarding school of Al-Quran Nurul Huda
Singosari is lack of support from the leadership of the information media
medium of boarding school. sports facilities’s been prepared more to Islamic students.teaching who
are not the same between men and women students.restrictions of interaction
with the surrounding environment.
research is able to reveal somethings
from there: (1) The platform at Bourding school of Al-Quran Nurul Huda
Singosari guided one of the hadiths and
Al-quran verses as well as the vision and mission of boarding school. (2) The
treatment of equal rights in Al-Quran Nurul Huda Bourding school Singosari is
not the same yet because the students were prioritized son. (3) inhibiting
factor equal rights to education in boarding school of Al-Quran Nurul Huda
Singosari is lack of support from the leadership of the information media
medium of boarding school. sports facilities’s been prepared more to Islamic students.teaching who
are not the same between men and women students.restrictions of interaction
with the surrounding environment.
Keywords: Education, Development
LATAR
BELAKANG
BELAKANG
Negara Kesatuan
Republik Indonesia mempunyai beraneka ragam kekayaan alan diantaranya terdiri
dari ribuan pulau, beraneka suku bangsa dan adat istiadat namun satu tujuan dan
satu cita-cita bernegara sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk melaksanakan dan mencapai
satu tujuan dan cita-cita negara memerlukan rencana yang dapat merumuskan
secara lebih jelas mengenai pencapaian
dari tujuan bernegara.
Republik Indonesia mempunyai beraneka ragam kekayaan alan diantaranya terdiri
dari ribuan pulau, beraneka suku bangsa dan adat istiadat namun satu tujuan dan
satu cita-cita bernegara sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk melaksanakan dan mencapai
satu tujuan dan cita-cita negara memerlukan rencana yang dapat merumuskan
secara lebih jelas mengenai pencapaian
dari tujuan bernegara.
Sejarah telah terbukti
bahwa bangsa indonesia ini telah mampu mengisi kemerdekaan dengan berbagai
sedikit dan sebagian pembangunan sejak
kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Berbagai
pengalaman berharga yang telah diperoleh selama mengisi kemerdekaan tersebut
dan menjadi pelajaran untuk melangkah
menuju masa depan yang lebih baik.
bahwa bangsa indonesia ini telah mampu mengisi kemerdekaan dengan berbagai
sedikit dan sebagian pembangunan sejak
kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Berbagai
pengalaman berharga yang telah diperoleh selama mengisi kemerdekaan tersebut
dan menjadi pelajaran untuk melangkah
menuju masa depan yang lebih baik.
Berdasarkan Pasal 4
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan
nasional, rencana pembangunan nasional jangka panjang disusun sebagai
penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan negara republik indonesia yang
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam bentuk visi,misi, dan arah pembangunan nasional. Dengan demikian, dokumen
ini bersifat visioner dan hanya memuat hal-hal yang mendasar, sehingga memberi
keleluasaan yang cukup bagi penyusunan jangka menengah dan tahunannya.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan
nasional, rencana pembangunan nasional jangka panjang disusun sebagai
penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan negara republik indonesia yang
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam bentuk visi,misi, dan arah pembangunan nasional. Dengan demikian, dokumen
ini bersifat visioner dan hanya memuat hal-hal yang mendasar, sehingga memberi
keleluasaan yang cukup bagi penyusunan jangka menengah dan tahunannya.
Bahwa manusia
dianugrahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurani yang memberikan
kepadanya untuk membedakan antara yang buruk dan yang baik yang akan membimbing
dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal
budi dan nuraninya itu, maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan
sendiri perilaku dan perbuatannya. Di samping itu, untuk mengimbangi kebebasan
tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan
yang dilakukannya. Hak-hak ini tak dapat diingkari.
dianugrahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurani yang memberikan
kepadanya untuk membedakan antara yang buruk dan yang baik yang akan membimbing
dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal
budi dan nuraninya itu, maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan
sendiri perilaku dan perbuatannya. Di samping itu, untuk mengimbangi kebebasan
tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan
yang dilakukannya. Hak-hak ini tak dapat diingkari.
Pengingkaran hak
tersebut berarti pengingkaran terhadap martabat manusia. Oleh karena itu,
negara, pemerintah atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui
dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti
bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak, dan bertujuan dalam
menyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
tersebut berarti pengingkaran terhadap martabat manusia. Oleh karena itu,
negara, pemerintah atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui
dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti
bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak, dan bertujuan dalam
menyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Diakui atau tidak,
selama ini kecenderungan masyarakat menempatkan laki-laki di dunia publik dan
perempuam di dunia domestik terjadi hampir pada setiap peradaban manusia. Mitos
semacam ini telah melahirkan kesenjangan sosial yang berkepanjangan antara
kedua jenis kelamin. Perempuan dianggap superior dalam aktifitas rumah tangga
(kegiatan domestik), sementara laki-laki dianggap paling bertanggung jawab
dalam kegiatan publik. Dengan adanya statement tersebut, yaitu argumen tentang
“perbedaan” masih menyimpan banyak masalah, baik dari segi substansi kejadian
maupun peran yang di emban dalam masyarakat. Karena perbedaan jenis kelamin
secara biologis (sex) telah melahirkan seperangkat budaya dan interpretasi,
maka dari sinilah muncul konsepsi gender.
selama ini kecenderungan masyarakat menempatkan laki-laki di dunia publik dan
perempuam di dunia domestik terjadi hampir pada setiap peradaban manusia. Mitos
semacam ini telah melahirkan kesenjangan sosial yang berkepanjangan antara
kedua jenis kelamin. Perempuan dianggap superior dalam aktifitas rumah tangga
(kegiatan domestik), sementara laki-laki dianggap paling bertanggung jawab
dalam kegiatan publik. Dengan adanya statement tersebut, yaitu argumen tentang
“perbedaan” masih menyimpan banyak masalah, baik dari segi substansi kejadian
maupun peran yang di emban dalam masyarakat. Karena perbedaan jenis kelamin
secara biologis (sex) telah melahirkan seperangkat budaya dan interpretasi,
maka dari sinilah muncul konsepsi gender.
Adanya stereo type yang
cendrung merendahkan kaum perempuan sebagaimana ungkapan di atas, dominasi
laki-laki atas perempuan dalam sebagian besar sektor yang dibangun atas dasar
tatanan yang timpang yaitu tatanan nilai yang menganggap kaum laki-laki sebagai
pihak superior dan sebaliknya perempuan sebagai pihak inferior ini sudah
mendarah daging di masyarakat berabad-abad lamanya. Sehingga pada gilirannya
keadaan seperti ini melahirkan proses kearah ekploitasi dan kekerasan terhadap
perempuan dengan dalih perbedaan jenis kelamin (sex) sebagaimana redaksi di
atas. Padahal kalu kita cerna secara mendalam perbedaan kelamin (sex) itu
merupakan kodrat Tuhan yang sifatnya absolut, sedangkan gender adalah perbedaan
laki-laki dan perempuan yang diakibatkan adanya konstruk sosial dimana bisa
berubah dari waktu ke waktu, dari satu kebudayaan kebudayaan lain, bahkan dari
keluarga satu ke keluarga lain.
cendrung merendahkan kaum perempuan sebagaimana ungkapan di atas, dominasi
laki-laki atas perempuan dalam sebagian besar sektor yang dibangun atas dasar
tatanan yang timpang yaitu tatanan nilai yang menganggap kaum laki-laki sebagai
pihak superior dan sebaliknya perempuan sebagai pihak inferior ini sudah
mendarah daging di masyarakat berabad-abad lamanya. Sehingga pada gilirannya
keadaan seperti ini melahirkan proses kearah ekploitasi dan kekerasan terhadap
perempuan dengan dalih perbedaan jenis kelamin (sex) sebagaimana redaksi di
atas. Padahal kalu kita cerna secara mendalam perbedaan kelamin (sex) itu
merupakan kodrat Tuhan yang sifatnya absolut, sedangkan gender adalah perbedaan
laki-laki dan perempuan yang diakibatkan adanya konstruk sosial dimana bisa
berubah dari waktu ke waktu, dari satu kebudayaan kebudayaan lain, bahkan dari
keluarga satu ke keluarga lain.
Pesantren
sebagai komunitas dan sebagai lembaga pendidikan yang besar jumlahnya dan luas
penyebarannya di berbagai plosok tanah air telah banyak memberikan peran dalam
membentuk manusia Indonesia yang religius. Lembaga tersebut telah melahirkan
banyak ke pemimpinan bangsa Indonesia di masa lalu, kini dan agaknya juga di
masa datang. Lulusan pesantren telah memberikan partisipasi aktif dalam pembangunan
bangsa.
sebagai komunitas dan sebagai lembaga pendidikan yang besar jumlahnya dan luas
penyebarannya di berbagai plosok tanah air telah banyak memberikan peran dalam
membentuk manusia Indonesia yang religius. Lembaga tersebut telah melahirkan
banyak ke pemimpinan bangsa Indonesia di masa lalu, kini dan agaknya juga di
masa datang. Lulusan pesantren telah memberikan partisipasi aktif dalam pembangunan
bangsa.
Pada
masa-masa mendatang agaknya peran pesantren amat besar Misalnya, arus
globalisasi dan industrialisasi telah menimbulkan depresi dan bimbanganya
pemikiran serta suramnya prespektif masa depan maka pesantren amat dibutuhkan
untuk menyeimbangakan akal dan hati.(Tafsir, 2001:192) Di kalangan umat Islam sendiri nampaknya
pesantren telah dianggap sebagai model institusi pendidikan yang memiliki
keunggulan baik dari aspek tradisi keilmuannya yang merupakan salah satu
tradisi agung maupun sisi transmisi dan internalisasi moralitas umat Islam. (Fajar, 1998: 126)
masa-masa mendatang agaknya peran pesantren amat besar Misalnya, arus
globalisasi dan industrialisasi telah menimbulkan depresi dan bimbanganya
pemikiran serta suramnya prespektif masa depan maka pesantren amat dibutuhkan
untuk menyeimbangakan akal dan hati.(Tafsir, 2001:192) Di kalangan umat Islam sendiri nampaknya
pesantren telah dianggap sebagai model institusi pendidikan yang memiliki
keunggulan baik dari aspek tradisi keilmuannya yang merupakan salah satu
tradisi agung maupun sisi transmisi dan internalisasi moralitas umat Islam. (Fajar, 1998: 126)
Hal ini menunjukkan bahwa peran pesantren telah merambah ke
segala bidang bahkan telah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional kita,
maka sangat keliru sekali ketika ada anggapan peran pesantren sangat kecil dan
rendah dalam menyukseskan program pembangunan nasional.
segala bidang bahkan telah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional kita,
maka sangat keliru sekali ketika ada anggapan peran pesantren sangat kecil dan
rendah dalam menyukseskan program pembangunan nasional.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang memiliki
akar secara historis yang cukup kuat sehingga menduduki posisi relatif sentral
dalam dunia keilmuan. Dalam masyarakatnya Pesantren sebagai sub kultur lahir
dan berkembang seiring dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat global, Asketisme(faham
Kesufian) yang digunakan pesantren sebagai pilihan ideal bagi masyarakat yang
dilanda krisis kehidupan sehingga pesantren sebagai unit budaya yang terpisah
dari perkembangan waktu, Menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Peranan
seperti ini yang dikatakan Abdurrahman
Wahid : “Sebagai ciri utama pesantren sebuah sub kultur.” (Wahid, 2001: 10)
akar secara historis yang cukup kuat sehingga menduduki posisi relatif sentral
dalam dunia keilmuan. Dalam masyarakatnya Pesantren sebagai sub kultur lahir
dan berkembang seiring dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat global, Asketisme(faham
Kesufian) yang digunakan pesantren sebagai pilihan ideal bagi masyarakat yang
dilanda krisis kehidupan sehingga pesantren sebagai unit budaya yang terpisah
dari perkembangan waktu, Menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Peranan
seperti ini yang dikatakan Abdurrahman
Wahid : “Sebagai ciri utama pesantren sebuah sub kultur.” (Wahid, 2001: 10)
Kehadiran pesantren dikatakan unik karena dua alasan yakni
pertama, pesantren hadir untuk merespon terhadap situasi dan kondisi suatu
masyarakat yang dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral atau bisa disebut
perubahan sosial. Kedua, didirikannya pesantren adalah untuk menyebar luaskan
ajaran universalitas Islam ke seluruh pelosok nusantara. (Siradj, 1999: 202)
pertama, pesantren hadir untuk merespon terhadap situasi dan kondisi suatu
masyarakat yang dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral atau bisa disebut
perubahan sosial. Kedua, didirikannya pesantren adalah untuk menyebar luaskan
ajaran universalitas Islam ke seluruh pelosok nusantara. (Siradj, 1999: 202)
Menurut Abdurrahman Wahid "peranan pesantren sebagai
pelopor transformasi sosial seperti itu memerlukan pengujian mendalam dari segi
kelayakan ide itu sendiri, di samping kemungkinan dampak perubahannya terhadap
eksistensi pesantren". Adanya
gagasan untuk mengembangkan pesantren merupakan pengaruh program modernisasi
pendidikan Islam. Program modernisasi tersebut berakar pada modernisasi
pemikiran dan institusi Islam secara keseluruhan. Modernisasi pendidikan Islam
tidak dapat dipisahkan dengan kebangkitan kaum muslimin di masa modern. Maka
pemikiran dan kelembagan Islam termasuk pendidikan (pesantren) haruslah
dimodernisasi yaitu diperbaharui sesuai dengan kerangka modernitas. Dengan kata
lain, mempertahankan pemikiran kelembagaan Islam tradisional akan memperpanjang
nestapa ketertinggalan umat Islam dalam kemajuan dunia modern. (Azra, 2000: 31)
pelopor transformasi sosial seperti itu memerlukan pengujian mendalam dari segi
kelayakan ide itu sendiri, di samping kemungkinan dampak perubahannya terhadap
eksistensi pesantren". Adanya
gagasan untuk mengembangkan pesantren merupakan pengaruh program modernisasi
pendidikan Islam. Program modernisasi tersebut berakar pada modernisasi
pemikiran dan institusi Islam secara keseluruhan. Modernisasi pendidikan Islam
tidak dapat dipisahkan dengan kebangkitan kaum muslimin di masa modern. Maka
pemikiran dan kelembagan Islam termasuk pendidikan (pesantren) haruslah
dimodernisasi yaitu diperbaharui sesuai dengan kerangka modernitas. Dengan kata
lain, mempertahankan pemikiran kelembagaan Islam tradisional akan memperpanjang
nestapa ketertinggalan umat Islam dalam kemajuan dunia modern. (Azra, 2000: 31)
Modernisasi
di manapun telah mengubah berbagai tatanan dan lembaga tradisional (pesantren).
Salah satu di antaranya adalah semakin pudarnya fungsi lembaga Islam. Pudarnya
fungsi lembaga keagamaan tradisional dalam kehidupan modern merupakan penjelas
perubahan posisi sosial, ekonomi dan politik elite Muslim yang dibangun di atas
kekuasaan dan legitimasi keagamaannya. “Pemikiran Islam kontemporer merupakan
upaya elite muslim memperoleh legitimasi agama atas posisi sosial, ekonomi dan
politiknya dalam lembaga sekuler. Munculnya kesadaran di kalangan pesantren
dalam mengambil langkah-langkah pembaharuan untuk menjawab tantangan dan
kebutuhan transformasi sosial. Misalnya timbul pembaharuan kurikulum dan
kelembagaan pesantren yang berorientasi pada kekinian sebagai respon dari
modernitas. (Mulkan, 1993: 127)
di manapun telah mengubah berbagai tatanan dan lembaga tradisional (pesantren).
Salah satu di antaranya adalah semakin pudarnya fungsi lembaga Islam. Pudarnya
fungsi lembaga keagamaan tradisional dalam kehidupan modern merupakan penjelas
perubahan posisi sosial, ekonomi dan politik elite Muslim yang dibangun di atas
kekuasaan dan legitimasi keagamaannya. “Pemikiran Islam kontemporer merupakan
upaya elite muslim memperoleh legitimasi agama atas posisi sosial, ekonomi dan
politiknya dalam lembaga sekuler. Munculnya kesadaran di kalangan pesantren
dalam mengambil langkah-langkah pembaharuan untuk menjawab tantangan dan
kebutuhan transformasi sosial. Misalnya timbul pembaharuan kurikulum dan
kelembagaan pesantren yang berorientasi pada kekinian sebagai respon dari
modernitas. (Mulkan, 1993: 127)
Hasyim Muzadi menambahkan dalam menghadapi realitas kekinian,
kita tidak harus skeptis dalam menerapkan metodologi dan tidak usah
mengacak-acak modernitas, atas nama keharusan perubahan itu sendiri. Tradisi
menjadikan agama bercokol dalam masyarakat harus lebih kreatif dan dinamis
sebab mampu bersenyawa dengan aneka ragam unsur kebudayaan. Sedangkan
modernitas tetap perlu guna terobosan-terobosan baru di bidang pemikiran atau
IPTEK tidak sampai tersandung. “Maka harus ada kesesuaian antara penguasaan
materi agama dengan kemampuan nalar, sehingga ada sinergi antar keduanya,
jangan sampai doktrin agama dimaknai secara sempit.” (Muzadi, 1999:121)
kita tidak harus skeptis dalam menerapkan metodologi dan tidak usah
mengacak-acak modernitas, atas nama keharusan perubahan itu sendiri. Tradisi
menjadikan agama bercokol dalam masyarakat harus lebih kreatif dan dinamis
sebab mampu bersenyawa dengan aneka ragam unsur kebudayaan. Sedangkan
modernitas tetap perlu guna terobosan-terobosan baru di bidang pemikiran atau
IPTEK tidak sampai tersandung. “Maka harus ada kesesuaian antara penguasaan
materi agama dengan kemampuan nalar, sehingga ada sinergi antar keduanya,
jangan sampai doktrin agama dimaknai secara sempit.” (Muzadi, 1999:121)
Apa yang diungkapkan Hazyim Muzyadi mirip dengan apa yang
dimaksud oleh Muhammad Abduh mengenai tujuan Pendidikan dalam arti luas yaitu
" Mencakup aspek akal (kognitif) Dan Aspek spiritual (Afektif)".
Disini Abduh menginginkan terbentuknya pribadi yang mempunyai Struktur jiwa
yang seimbang, yang tidak hanya menekankan pekembangan akal tetapi juga
perkembangan spiritual. (Kholik, 1999: 189)
dimaksud oleh Muhammad Abduh mengenai tujuan Pendidikan dalam arti luas yaitu
" Mencakup aspek akal (kognitif) Dan Aspek spiritual (Afektif)".
Disini Abduh menginginkan terbentuknya pribadi yang mempunyai Struktur jiwa
yang seimbang, yang tidak hanya menekankan pekembangan akal tetapi juga
perkembangan spiritual. (Kholik, 1999: 189)
KERANGKA BERFIKIR
Kerang berfikir dalam penelitian ini adalah (Suriasumantri, 1986 dalam
Sugiyono, 2009, hlm. 60) [4]:
Sugiyono, 2009, hlm. 60) [4]:
Gambar
1
1
Bagan
Kerangka Berfikir
Kerangka Berfikir
Kesamaan Hak Mendapatkan Pendidikan Dalam Perspektif Gender Sebagai
Penunjang Pembangunan Sumber Daya Manusia
Penunjang Pembangunan Sumber Daya Manusia
![](file:///C:\DOCUME~1\Arjuna.Net\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
Sumber:
data skunder diolah dari tinjauan pustak
data skunder diolah dari tinjauan pustak
1.
Menetapkan
variable yang diteliti
Menetapkan
variable yang diteliti
Untuk
menentukan kelompok teori apa yang perlu dikemukakan dalam menyusun kerangka
berfikir untuk pengajuan hipotesis. Maka harus ditetapkan terlebih dahulu
variable penelitiannya. Berapa jumlah variable yang diteliti, dan apakah nama
setiap varibel, merupakan titik tolak menentukan teori yang akan dikemukakan.
menentukan kelompok teori apa yang perlu dikemukakan dalam menyusun kerangka
berfikir untuk pengajuan hipotesis. Maka harus ditetapkan terlebih dahulu
variable penelitiannya. Berapa jumlah variable yang diteliti, dan apakah nama
setiap varibel, merupakan titik tolak menentukan teori yang akan dikemukakan.
2.
Teori
dan hasil peneliti
Teori
dan hasil peneliti
Setelah
variable ditentukan, mengemukakan deskripsi teori yang akan digunakan berisi
tentang definisi, ruang lingkup dan kedudukan antar variable yang akan
diteliti.
variable ditentukan, mengemukakan deskripsi teori yang akan digunakan berisi
tentang definisi, ruang lingkup dan kedudukan antar variable yang akan
diteliti.
3.
Analisis
kritis
Analisis
kritis
Langkah
selanjutnya, peneliti melakukan analisis kritis terhadap teori-teori setiap
variable yang akan diteliti apakah sesuai dengan obyek peneltian atau tidak.
selanjutnya, peneliti melakukan analisis kritis terhadap teori-teori setiap
variable yang akan diteliti apakah sesuai dengan obyek peneltian atau tidak.
4.
Analisis
komparatif
Analisis
komparatif
Analisis
komparatif dilakukan dengan cara membandingkan antara satu teori dengan teori
yang lain dari masing-masing variable, dan bila perlu peneliti mereduksi teori
yang dipandang terlalu luas.
komparatif dilakukan dengan cara membandingkan antara satu teori dengan teori
yang lain dari masing-masing variable, dan bila perlu peneliti mereduksi teori
yang dipandang terlalu luas.
5.
Sintesa/kesimpulan
Sintesa/kesimpulan
Melalui
analisis kritis dan komparatif terhadap teori-teori dan hasil penelitian yang
relevan dengan semua variable yang diteliti, selanjutnya peneliti bisa
melakukan sintesa atau kesimpulan.
analisis kritis dan komparatif terhadap teori-teori dan hasil penelitian yang
relevan dengan semua variable yang diteliti, selanjutnya peneliti bisa
melakukan sintesa atau kesimpulan.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini:
penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2
Bagan Penelitian Diagram Alir
![]() |
Sumber:
data skunder diolah dari tinjauan pustaka
data skunder diolah dari tinjauan pustaka
Penelitian menggunakan metode kualitatif,
yaitu metode penelitian pada kondisi obyek yang alamiah di mana peneliti adalah
sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), Sugiono, 2009, hlm. 6 [5]. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini masuk dalam
penelitian dasar (basic research) artinya penelitian dilakukan dengan tujuan
mengembangkan teori dan tidak memperhatikan kegunaan yang langsung bersifat
praktis Sugiono, 2009, hlm. 6 [6].. Sedangkan dilihat dari tingkat kealamiahan
maka penelitian masuk pada metode penelitian survei artinya penelitian
digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan
buatan), Sugiono, 2009, hlm. 6 [7]. Penelitian berlangsung
pada tanggal 13Mei-13 Juni 2014 di Pondok Pesantren Al-Qur’an Nurul Huda
Singosari Malang Jawa Timur, data yang digunakan bersumber dari data primer
yang diperoleh dari wawancara serta data skunder yang diperoleh dari observasi
dan dokumentasi dalam bentuk arsip Pondok Pesantren. Teknik sampling yang digunakan “purposive sampling”, dan pada
perkembangannya didukung “snowball sampling”,
Sugiono, 2009, hlm. 219 [8]. Teknik analisis dan pengujian disusun dengan
langkah-langkah: uji
kredibilitas (validitas internal), uji transferability (validitas eksternal), uji depenability (reliabilitas)
dan uji konfirmability (obyektivitas), Sugiono 2009, hlm. 267 [9].
yaitu metode penelitian pada kondisi obyek yang alamiah di mana peneliti adalah
sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), Sugiono, 2009, hlm. 6 [5]. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini masuk dalam
penelitian dasar (basic research) artinya penelitian dilakukan dengan tujuan
mengembangkan teori dan tidak memperhatikan kegunaan yang langsung bersifat
praktis Sugiono, 2009, hlm. 6 [6].. Sedangkan dilihat dari tingkat kealamiahan
maka penelitian masuk pada metode penelitian survei artinya penelitian
digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan
buatan), Sugiono, 2009, hlm. 6 [7]. Penelitian berlangsung
pada tanggal 13Mei-13 Juni 2014 di Pondok Pesantren Al-Qur’an Nurul Huda
Singosari Malang Jawa Timur, data yang digunakan bersumber dari data primer
yang diperoleh dari wawancara serta data skunder yang diperoleh dari observasi
dan dokumentasi dalam bentuk arsip Pondok Pesantren. Teknik sampling yang digunakan “purposive sampling”, dan pada
perkembangannya didukung “snowball sampling”,
Sugiono, 2009, hlm. 219 [8]. Teknik analisis dan pengujian disusun dengan
langkah-langkah: uji
kredibilitas (validitas internal), uji transferability (validitas eksternal), uji depenability (reliabilitas)
dan uji konfirmability (obyektivitas), Sugiono 2009, hlm. 267 [9].
HASIL DAN
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Landasan kesamaan hak
mendapatkan pendidikan dalam perspektif gender di Pondok Pesantren Al-Qur’an
Nurul Huda Singosari mempunyai landasan Departemen Agama dan berpedoman pada
hadist juga berpedoman dengan Al-Qur’an serta visi dan misi pondok pesantren.
Hal ini berbeda terkait landasan kesamaan hak mendapatkan pendidikan di Pondok
Pesantren Al-Qur’an Nurul Huda
dikarenakan tidak berpedoman dengan undang-undang dasar dilihat dari hasil
wawancara dengan peneliti gunakan yang memakai landasan Undang-Undanng No. 39 Tahun
1999 tentang pendidikan dan pengajaran.
mendapatkan pendidikan dalam perspektif gender di Pondok Pesantren Al-Qur’an
Nurul Huda Singosari mempunyai landasan Departemen Agama dan berpedoman pada
hadist juga berpedoman dengan Al-Qur’an serta visi dan misi pondok pesantren.
Hal ini berbeda terkait landasan kesamaan hak mendapatkan pendidikan di Pondok
Pesantren Al-Qur’an Nurul Huda
dikarenakan tidak berpedoman dengan undang-undang dasar dilihat dari hasil
wawancara dengan peneliti gunakan yang memakai landasan Undang-Undanng No. 39 Tahun
1999 tentang pendidikan dan pengajaran.
Penerapan hak mendapatkan pendidikan
dalam peerspektif gender di Pondok Pesantren Al-Qur’an Nurul Huda Singosari
masih belum sama antara santri putra dan santri perempuan adalah dikarenakan
oleh adanya anggapan negative (stereotype) kepada perempuan yaitu dengan adanya
anggapan sebagian santri bahwa santri putra adalah lebih bebas dari pada santri
perempuan, sebagai pencari nafkah didalam keluarga dilihat dari hasil wawancara
dengan peneliti gunakan dari beberapa pendapat terkait dengan perlakuan
kesamaan hak belum sama dikarenakan santri putra masih beranggapan bahwa putra
pencari nafkah, lebih pada ranah publik dan kuat sedangkan santri putri ada lebih pada
domistik, lemah dan tidak diberi kebebasan sama halnya dengan santri putra
sehingga santri putri merasa tertekan dan dapat menimbulkan kecemburuan.
dalam peerspektif gender di Pondok Pesantren Al-Qur’an Nurul Huda Singosari
masih belum sama antara santri putra dan santri perempuan adalah dikarenakan
oleh adanya anggapan negative (stereotype) kepada perempuan yaitu dengan adanya
anggapan sebagian santri bahwa santri putra adalah lebih bebas dari pada santri
perempuan, sebagai pencari nafkah didalam keluarga dilihat dari hasil wawancara
dengan peneliti gunakan dari beberapa pendapat terkait dengan perlakuan
kesamaan hak belum sama dikarenakan santri putra masih beranggapan bahwa putra
pencari nafkah, lebih pada ranah publik dan kuat sedangkan santri putri ada lebih pada
domistik, lemah dan tidak diberi kebebasan sama halnya dengan santri putra
sehingga santri putri merasa tertekan dan dapat menimbulkan kecemburuan.
Faktor yang menjadi penghambat kesamaan hak mendapatkan pendidikan dalam perspektif
gender di pondok pesantren Al-Qur’an Nurul Huda Singosari dan sesuai
dengan hasil wawancara dengan santri peneliti lakukukan diantaranya adalah:
gender di pondok pesantren Al-Qur’an Nurul Huda Singosari dan sesuai
dengan hasil wawancara dengan santri peneliti lakukukan diantaranya adalah:
1. Kurangnya
dukungan sarana media informasi dari pimpinan pondok pesantren. Informasi hanya
terbatas pada santri putra, sedangkan santri perempuan tidak diberikan
kebebasan akses informasi sebagaimana santri putra.
dukungan sarana media informasi dari pimpinan pondok pesantren. Informasi hanya
terbatas pada santri putra, sedangkan santri perempuan tidak diberikan
kebebasan akses informasi sebagaimana santri putra.
2. Fasilitas
olahraga hanya diperuntukkan bagi santri putra. Sedangkan santri perempuan
tidak diberi fasilitas yang sama dengan santri putra. Fasilitas lainnya yaitu
fasilitas (rebana) yang hanya membolehkan santri putra yang menggunakan, sedangkan santri perempuan
tidak diperbolehkan.
olahraga hanya diperuntukkan bagi santri putra. Sedangkan santri perempuan
tidak diberi fasilitas yang sama dengan santri putra. Fasilitas lainnya yaitu
fasilitas (rebana) yang hanya membolehkan santri putra yang menggunakan, sedangkan santri perempuan
tidak diperbolehkan.
3. Pelayanan
lebih pada santri putra sedangkan santri putri lebih pada melayani bukan
dilayani. Peneliti mengamati, bahwa dalam hal shalat berjamaah, santri putra
diberi waktu lebih banyak dibanding dengan santri putri. Misalnya ada tamu,
maka santri putri lebih banyak diperbantukan di dapur untuk melayani tamu.
lebih pada santri putra sedangkan santri putri lebih pada melayani bukan
dilayani. Peneliti mengamati, bahwa dalam hal shalat berjamaah, santri putra
diberi waktu lebih banyak dibanding dengan santri putri. Misalnya ada tamu,
maka santri putri lebih banyak diperbantukan di dapur untuk melayani tamu.
4. Pengajaran
yang tidak sama santri putra sering mengikuti sedangkan santri putri sering membantu
kegiatan di dapur. Santri putri lebih sering diperbantukan di dapur daripada
mendapat pengajaran seperti halnya santri putra, meskipun santri putri tersebut
tidak dalam keadaan berhalangan (menstruasi). Dari temuan di atas, maka
peneliti mengamati bahwa bimbingan lebih banyak pada santri putra.
yang tidak sama santri putra sering mengikuti sedangkan santri putri sering membantu
kegiatan di dapur. Santri putri lebih sering diperbantukan di dapur daripada
mendapat pengajaran seperti halnya santri putra, meskipun santri putri tersebut
tidak dalam keadaan berhalangan (menstruasi). Dari temuan di atas, maka
peneliti mengamati bahwa bimbingan lebih banyak pada santri putra.
5. Mengeluarkan
pendapat yang diberikan batasan. Santri putra lebih diberi keleluasaan dalam berpendapat
dibandingkan dengan santri putri. Terutama dalam masalah yang berkaitan dengan
kepemimpinan.
pendapat yang diberikan batasan. Santri putra lebih diberi keleluasaan dalam berpendapat
dibandingkan dengan santri putri. Terutama dalam masalah yang berkaitan dengan
kepemimpinan.
6. Pembatasan
pergaulan dengan lingkungan sekitar. Santri tidak diperbolehkan bergaul dengan
masyarakat di sekitar pondok pesantren. Hal ini bertujuan untuk menjaga
kepribadian santri agar tidak terpengaruh hal-hal yang negative dari luar.
pergaulan dengan lingkungan sekitar. Santri tidak diperbolehkan bergaul dengan
masyarakat di sekitar pondok pesantren. Hal ini bertujuan untuk menjaga
kepribadian santri agar tidak terpengaruh hal-hal yang negative dari luar.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari data diatas
adalah landasan yang dipakai
oleh Pondok Pesantren Al-Qur’an Nurul Huda Singosari adalah Al-Qur’an dan
Hadist serta visi misi Pondok Pesantren, maka
disarankan agar bisa mengaplikasikan Undang-undang tentang pendidikan nasional dalam pelaksanaannya, sedangkan perlakuan hak masih tidak sama karena lebih
memperioritaskan pada santri putra ketimbang santri putri, maka
diharapkan agar memberikan perlakuan yang sama sebagaimana terhadap santri
putra, baik dalam pemberian musik, media dan kegiatan ibadah dan beberapa faktor yang menjadi
penghambat kesamaan hak mendapatkan pendidikan adalah fasilitas yang tidak
memadai, pengajaran belum merata, dan ada batasan bergaul dengan selain santri,
maka disarankan untuk dapat menambah kebutuhan para santri putra dan
putri.
adalah landasan yang dipakai
oleh Pondok Pesantren Al-Qur’an Nurul Huda Singosari adalah Al-Qur’an dan
Hadist serta visi misi Pondok Pesantren, maka
disarankan agar bisa mengaplikasikan Undang-undang tentang pendidikan nasional dalam pelaksanaannya, sedangkan perlakuan hak masih tidak sama karena lebih
memperioritaskan pada santri putra ketimbang santri putri, maka
diharapkan agar memberikan perlakuan yang sama sebagaimana terhadap santri
putra, baik dalam pemberian musik, media dan kegiatan ibadah dan beberapa faktor yang menjadi
penghambat kesamaan hak mendapatkan pendidikan adalah fasilitas yang tidak
memadai, pengajaran belum merata, dan ada batasan bergaul dengan selain santri,
maka disarankan untuk dapat menambah kebutuhan para santri putra dan
putri.
Daftar Pustaka
Aris, dkk, 2010, Hak Asasi Manusia
dalam Perspektif Islam. Malang: Intrans Publishing.
dalam Perspektif Islam. Malang: Intrans Publishing.
Moleong, Lexy J., 2011, MetodologiPenelitianKualitatif,
Bandung :Rosdakarya.
Bandung :Rosdakarya.
Maulina, dkk, 2008, Gender dan
Demokrasi, Malang: Averroes Press
Demokrasi, Malang: Averroes Press
Munir, Misbahul, 2010, Produktifitas
Perempuan, Malang, Uin-Maliki Press
Perempuan, Malang, Uin-Maliki Press
Safi’i, 2007, Strategi
dan Kebijkan Pembangunan Ekonomi Daerah persepektif Teoritik, Malang: Averroes Press.
dan Kebijkan Pembangunan Ekonomi Daerah persepektif Teoritik, Malang: Averroes Press.
Sugiono, 2012, Metode Penelitian
Administrasi, Bandung, Alfabeta.
Administrasi, Bandung, Alfabeta.
Soyomukti, Nurani 2010, Teori-Teori
Pendidikan Neo Liberal, Marxis Sosialis, Postmodern, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Pendidikan Neo Liberal, Marxis Sosialis, Postmodern, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Teguh Wangsa Gandhi, 2011, Filsafat
Pendidikan Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Pendidikan Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar